Jakarta (Lampost.co) — Harga internet di Indonesia masih tergolong mahal dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Kondisi itu turut menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menyoroti pentingnya akses internet yang cepat dan terjangkau bagi masyarakat. Sebab, perluasan jaringan internet yang merata dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 10 persen.
“Jika akses internet meluas dan tarifnya lebih terjangkau, pertumbuhan ekonomi bisa meningkat secara signifikan,” ujar Hashim.
Hashim mengutip riset McKinsey, yang menyebutkan peningkatan 10 persen dalam penetrasi internet dapat menambah pertumbuhan ekonomi sekitar 0,7-1,3 persen. Untuk itu, target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto canangkan cukup realistis.
Namun, dia menilai masalah utama Indonesia bukan hanya pada perencanaan, tetapi pada eksekusi kebijakan yang sering tersendat.
“The proof of the pudding is in the execution. Ini kesempatan besar bagi kita. Saya semakin optimistis dan kalau ada yang ingin berdebat soal angka ini, ayo kita debat,” ujar dia.
Sementara itu, Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara dengan harga internet termahal, mencapai US$4,31 (Rp 70.511) per Mbps. Sedangkan, Rumania memiliki harga internet termurah di dunia, hanya US$0,01 (Rp 163) per Mbps.
Penyebab Internet di Indonesia Mahal
Pakar telekomunikasi, Kamilov Sagala, mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan tarif internet di Indonesia lebih mahal dari negara tetangga, antara lain:
1. Regulatory Cost yang Tinggi
Beban regulasi bagi operator telekomunikasi mencapai 14 persen, lebih tinggi dari negara-negara lain di ASEAN. Dia menyarankan agar beban itu terpangkas hingga 10 persen agar layanan internet lebih terjangkau.
2. Sistem Lelang Frekuensi yang Mahal
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), memperoleh pendapatan dari lelang spektrum frekuensi. “Pendapatan dari lelang itu masuk ke Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang akhirnya membebani industri telekomunikasi,” ujarnya
3. Kewajiban Universal Service Obligation (USO)
Operator telekomunikasi harus membayar kontribusi USO dari pendapatan kotor yang menambah beban biaya operasional.
4. Dominasi Over the Top (OTT) Services
Layanan seperti YouTube, Netflix, dan WhatsApp menikmati keuntungan besar dari infrastruktur telekomunikasi tanpa harus membayar biaya operasional jaringan. Hal itu membuat pendapatan operator telekomunikasi semakin tergerus.
Solusi agar Tarif Internet di Indonesia Lebih Murah
1. Pengurangan Beban Regulasi
Pemerintah perlu meninjau ulang regulatory cost sehingga operator bisa menawarkan paket internet dengan harga lebih murah.
2. Transparansi dalam Lelang Frekuensi
Proses lelang spektrum frekuensi 1,4 GHz harus melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar tidak terjadi monopoli dan harga tetap kompetitif.
3. Pajak untuk OTT Services
Regulasi yang lebih ketat terhadap platform digital, seperti Netflix, YouTube, dan WhatsApp, bisa membantu menciptakan keseimbangan dalam industri telekomunikasi.
4. Meningkatkan Infrastruktur Telekomunikasi
Pemerintah perlu memperluas cakupan internet hingga ke pelosok dengan harga yang terjangkau. Target internet 100 Mbps dengan harga Rp 100 ribuan yang Komdigi canangkan harus segera terealisasi.
Perbandingan Harga Internet Indonesia dengan Negara Lain
Menurut laporan Digital 2025 Global Overview, harga internet di Indonesia tergolong mahal dari negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Harga internet fixed broadband per Mbps
- Indonesia: US$0,41 (Rp 6.707)
- Filipina: US$0,14 (Rp 2.290)
- Malaysia: US$0,09 (Rp 1.472)
- Vietnam: US$0,04 (Rp 654)
- Singapura: US$0,03 (Rp 490)
- Thailand: US$0,02 (Rp 327)
Harga paket fixed broadband rata-rata
- Indonesia: US$12 (Rp 196.320)
- Thailand: US$11,6 (Rp 189.776)
- Vietnam: US$6,49 (Rp 106.176)
- Singapura: US$21,32 (Rp 348.795)
- Filipina: US$17,33 (Rp 283.518)
- Malaysia: US$14,51 (Rp 237.383)