Bandar Lampung (Lampost.co)– Ekonomi Provinsi Lampung mengalami peningkatan inflasi sebesar 1,5 persen secara year-on-year (y-o-y). Kelompok penyumbang inflasi terbesar berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi 3,76 persen dan andil inflasi 1,27 persen.
Pengamat Ekonomi, Dedy Yuliawan mengungkapkan, hal kondisi itu menjadi peringatan bagi pemerintah. Sebab peningkatan inflasi Lampung dapat melemahkan daya beli masyarakat.
Baca juga: Kenaikan Harga LPG 3 Kg di Lampung Berpotensi Picu Inflasi
Dia menjelaskan, kenaikan inflasi Lampung yang terjadi saat ini merupakan dampak dari moment Ramadan dan Idulfitri. Meski situasi itu merupakan hal yang normal, namun menurutnya pemerintah mesti waspada terhadap inflasi yang terjadi.
“Selama Ramadan dan Idulfitri permintaan tinggi sehingga harga-harga naik. Tapi karena kebutuhan mendesak mau enggak mau belanja, ada nggak ada duit harus belanja,” kata dia, Jumat, 11 April 2025.
Menurutnya, yang harus menjadi perhatian pemerintah saat ini adalah stabilitas harga pascalebaran. Terlebih pada Februari lalu terjadi deflasi -0,2 persen. Kondisi itu berpotensi kembali terjadi pascalebaran jika tidak ada upaya stabilisasi harga.
“Di bulan Februari itu Lampung udah minus 0,2 persen. Nah, itu sebetulnya mengindikasikan memang ada masalah di kemampuan daya beli masyarakat,” kata dia.
Selain menjaga harga-harga kembali normal pascalebaran, pemerintah juga harus menciptakan iklim investasi yang sehat. Hal tersebut begitu, para investor akan berani berinvestasi dan memberikan angin segar bagi perekonomian.
Namun dengan situasi ekonomi-politik saat ini, hal tersebut tentu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Sehingga salah satu yang harusnya dilakukan pemerintah adalah memberikan stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Namun dengan efisiensi yang dilakukan pemerintah saat ini tentu pemberian stimulus kepada masyarakat sulit terjadi,” ujarnya.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News