Jakarta (Lampost.co) – Sukatani kembali menegaskan suara kritik sosial lewat single terbaru mereka, “Tumbal Proyek”. Lagu ini resmi dirilis melalui label Avant Gardent Records dan memperlihatkan kolaborasi unik dengan street artist Gindring Waste.
Poin Penting
- Dirilis melalui Avant Gardent Records. Gindring Waste menggarap artwork visual.
- Lagu ini kritisi pembangunan yang mengorbankan nyawa manusia.
- Sukatani tetap vokal meski hadapi tindakan represif.
- “Tumbal Proyek” adalah kelanjutan album Gegap Gempita (2023).
Kolaborasi Sukatani dengan Gindring Waste
Dalam proyek ini, Gindring Waste dipercaya menggarap artwork single dengan gaya horor dan pesan sosial yang kuat.
Meski sempat menghadapi tekanan, Sukatani tetap lantang meneriakkan kritik lewat musik.
Sebelumnya, mereka dipaksa melepas identitas anonim dan mengalami pemblokiran lagu “Bayar, Bayar, Bayar”.
Namun, Sukatani tetap konsisten membawa semangat perlawanan dalam karya mereka.
“Tumbal Proyek” menjadi lanjutan perjalanan musikal setelah album Gegap Gempita yang sukses pada 2023.
Album tersebut mendapat sambutan positif berkat lirik-liriknya yang tegas dan kritik sosial yang tanpa kompromi.
Lewat lagu ini, Sukatani mengkritik praktik pembangunan yang mengabaikan nilai nyawa manusia.
“Tumbal Proyek adalah kematian yang acapkali dipermaklumkan dengan mengatasnamakan pembangunan.
Entah itu proyek pembangunan jembatan, jalan beraspal, maupun pabrik batu bara,” tulis Sukatani di Instagram, 21 April 2025.
Mereka juga menyoroti bagaimana sistem memperlakukan manusia dengan tidak adil.
“Orang yang mati dianggap tak punya harga diri, orang tak bernyawa dianggap tak berguna hingga lebih baik ditumbalkan saja,” lanjutnya.
Dalam proses produksi, Sukatani menunjukkan kemandirian penuh, dari penulisan lirik hingga produksi musik.
Untuk mixing dan mastering, mereka menggandeng Cipoy yang dipercaya menjaga karakter suara Sukatani tetap garang.
Kolaborasi visual dengan Gindring Waste menambah kekuatan pesan lagu ini.
Gindring, yang dikenal lewat pameran di Korea Selatan dan kolaborasi dengan Puthut EA, membawa sentuhan horor dalam ilustrasi artwork.
Single berdurasi 3 menit 57 detik ini sudah tersedia di berbagai platform musik digital. “Mendengarkan lagu Sukatani, kita memang semestinya melepaskan atribut kekotaan.
Kita harus menjadi orang desa dengan segala keunikan dan keragaman budayanya.
Tidak menjadi kolot, namun menjadi seseorang yang perlu paham dan mengerti bahwa ada kondisi seperti itu di sekitar kita,” ujar Sukatani.
“Yah, kita memang mesti mencurigai orang-orang baik di sekitar kita.
Jangan-jangan mereka sedang mencari tumbal proyek,” tutup mereka.