Kotabumi (Lampost.co)– Dugaan terdapat permainan anggaran di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.
Hasil penelusuran di lapangan pada Selasa, 29 April 2025, menunjukkan bukti nyata atas dugaan tersebut. Dugaan mark-up uang makan narapidana pun mencuat, dengan taksiran nilai yang mencapai Rp20 ribu per narapidana untuk setiap kali makan. Pihak Rutan memberikan makan sebanyak tiga kali sehari, sehingga totalnya mencapai Rp60 ribu per hari untuk setiap narapidana.
Baca juga: Rutan Sukadana-BNN Kerja Sama Berantas Narkoba
Seharusnya narapidana menerima makanan yang layak. Namun kenyataannya, pihak Rutan hanya memberikan setengah iris tahu, terong yang dipotong tipis, serta sedikit nasi berkualitas rendah.
Takaran makanan tersebut diperkirakan hanya bernilai sekitar Rp5 ribu per kepala untuk sekali makan. Pihak dapur pun memasaknya secara asal-asalan demi meraup keuntungan besar.
Dalam hal ini, dugaan pengelola Rutan meraup lebih dari separuh anggaran makanan narapidana. Selain itu, pihak Rutan juga tidak lagi membagikan sabun dan odol yang sebelumnya rutin diberikan setiap bulan hingga akhir Desember 2024. Namun, hingga lebih dari tiga bulan berlalu, memasuki April 2025, para penghuni rutan belum menerima perlengkapan mandi tersebut.
“Belum ada sabun dan odol sampai sekarang,” ujar seorang sumber Lampost.co yang meminta namanya dirahasiakan.
Bantahan Pihak Rutan
Pihak Rutan Kotabumi pun membantah tuduhan tersebut. Mereka mengeklaim sudah menyalurkan semua anggaran sesuai peruntukannya dan menyebutkan bahwa efisiensi anggaran telah berlaku. Namun, publik mempertanyakan kejelasan penerapan efisiensi tersebut, terutama soal dana perlengkapan mandi.
“Efisiensi ini sudah berlaku mulai awal Januari, bang,” ujar Kasubsi Administrasi Rutan Kelas IIB Kotabumi, Martin, Selasa, 29 April 2025.
Selain itu, meskipun Rutan Kelas IIB telah melaksanakan penandatanganan fakta integritas di awal 2025 tentang larangan gratifikasi oleh petugas. Kenyataannya dugaan pelanggaran tetap muncul. Bahkan, sumber menduga kuat bahwa oknum kepala Rutan ikut terlibat dalam permainan tersebut.
Contohnya, dalam pemberian remisi saat Idulfitri 1446 Hijriah, dengan dugaan mematok biaya sebesar Rp1 juta hingga Rp3 juta per orang. Itu bergantung pada kebutuhan narapidana dengan jumlah penghuni mencapai sekitar 200 orang.
“Kalau soal remisi itu tidak benar. Untuk anggaran makan napi, saya kurang paham nilainya,” pungkas Martin.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News