Bandar Lampung (Lampost.co)– Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kotabumi menjatuhkan sanksi kepada tiga narapidana yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan digital oleh Polda Lampung.
Ketiga pelaku, yakni A dan E yang merupakan narapidana kasus narkotika serta E yang terlibat kasus pencurian. Ketiganya menerima sanksi berupa pencatatan dalam Buku Register F.
Baca juga: OJK Lampung Ingatkan Warga Waspada Penipuan Online via WhatsApp dan Telepon
“Kami meniadakan hak bersyarat mereka. Mereka tidak akan mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB),” ujar Kepala Rutan Kotabumi, Budi Setyo Prabowo, Kamis, 1 Mei 2025.
Budi menjelaskan bahwa pihaknya langsung berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Polda Lampung untuk mengidentifikasi serta menemukan para pelaku penipuan digital.
“Sejak awal, kami menjalin koordinasi dengan Polda untuk membongkar kasus ini,” ujarnya.
Terkait penggunaan alat komunikasi saat melakukan aksi, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dugaan para pelaku mendapatkan telepon genggam dari pengunjung. Ia mengakui kelalaian dalam pengawasan dan berkomitmen memperketat pengamanan.
“Kami akui ada kelalaian. Kami akan memperkuat pengamanan, dan kami akan rutin menggelar razia saat jam besuk. Jika ada petugas kami yang terlibat, saya pastikan akan kami beri sanksi,” tegasnya.
Sementara itu, Subdit IV Cybercrime Ditreskrimsus Polda Lampung menangkap empat anggota sindikat pemerasan digital. Mereka menggunakan identitas palsu untuk berkenalan dengan korban melalui media sosial, lalu memeras korban dengan memanipulasi konten.
Direktur Reskrimsus Polda Lampung, Kombes Pol Derry Agung Wijaya, menjelaskan bahwa pihaknya menangkap keempat tersangka A, E, MA, dan F dalam kurun waktu satu bulan terakhir di lokasi yang berbeda-beda.
“Tiga dari empat pelaku merupakan narapidana di salah satu Lapas/Rutan di Lampung. Kami menangkap mereka dengan bantuan dari pihak Kanwil Ditjenpas Lampung,” ungkapnya, 30 April 2025.
Berselancar di Media Sosial
Pelaku memulai aksinya dengan berkenalan melalui media sosial TikTok. Setelah bertukar nomor WhatsApp, pelaku membangun komunikasi dengan korban hingga korban mengirimkan foto dan video pribadi. Pelaku lain lalu mengedit atau memanipulasi konten tersebut agar seolah-olah menjadi konten asusila.
“Setelah itu, pelaku mengancam akan menyebarkan konten tersebut. Kerugian korban mencapai Rp150 juta,” jelasnya.
Derry menguraikan peran masing-masing pelaku. A mengaku sebagai anggota polisi dan menggunakan identitas palsu untuk menipu korban. E bertugas mengedit foto dan video. MA menjadi kurir yang mengambil uang hasil pemerasan, sementara F menampung peralatan yang digunakan untuk kejahatan.
Saat ini, polisi telah menahan para tersangka untuk keperluan penyelidikan lebih lanjut.
“Baru dua kali mereka melakukan aksi, berdasarkan pemeriksaan awal. Namun, kami terus mendalami kasus ini. Jika ada korban lain, kami imbau segera melapor,” tegas Derry.
Penyidik menjerat para pelaku dengan Pasal 35 jo. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp12 miliar.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News