Jakarta (Lampost.co) — LMKN meminta penyanyi dan pencipta lagu duduk bersama demi solusi royalti musisi. Ajakan itu memicu dialog antarpihak. Pasha Ungu, vokalis dan anggota DPR, menyoroti sikap pasif label rekaman.
Ia mendesak forum publik dan menetapkan izin wajib mulai 1 Juli 2025 bagi royalti musisi. Pelanggaran akan terkena sanksi hukum. Forum itu penting agar semua pihak paham aturan undang-undang hak cipta dan tak terjebak dalam konflik.
Musisi Pilih Alternatif Lisensi Terbuka
Beberapa musisi memilih pendekatan berbeda, yaitu membebaskan lagu mereka agar bebas publik nyanyikan.
Mantan vokalis ST12, Charly mengumumkan lagu-lagunya bebas untuk siapa saja pakai tanpa klausul royalti musisi. Ia harap itu jadi solusi damai dalam krisis industri.
Raja dangdut, Rhoma Irama, juga membebaskan karya untuk siapa pun nyanyikan tanpa tagihan royalti. Pernyataan itu ia sampaikan dalam unggahan kanal YouTube-nya.
Rian Ekky Pradipta alias Rian D’MASIV juga memberi kebebasan bagi musisi menyanyikan lagunya. Namun, ia tetap menekankan aturan royalti wajib bagi EO atau promotor lewat lembaga kolektif. Rian pun menyindir agar pencipta lagu bisa ‘berkaya’ dari karya mereka atas transparansi royalti musisi.
Pro-Kontra Pembebasan Royalti
Namun, langkah Charly dan Rhoma mendapat kritik dari pencipta lagu. Pengamat hukum, Denny Chasmala, menyatakan langkah tersebut bisa merugikan komposer yang memang hidup dari royalti.
Dia menyoroti tidak semua pencipta lagu juga penyanyi. Mereka butuh royalti untuk keberlangsungan hidup. Terlebih, izin moral tak menghapus kewajiban royalty musisi secara hukum. Pembebasan lisensi tidak menggantikan kewajiban resmi.
Langkah Regulasi dan Forum Mediasi
Wamenbud Giring Ganesha mendukung gagasan forum. Ia berharap diskusi melibatkan LMKN, penyanyi, pencipta, label, dan EO. Dia mendesak transparansi dari LMKN dalam soal distribusi royalti dan hak cipta.
Sementara, Pasha juga mengajak forum pembicaraan dan perjanjian resmi soal izin menyanyikan karya, baik via manajemen, label, maupun EO.
Harapan di Sektor Musik Indonesia
Industri musik Indonesia kini menghadapi titik krusial. Forum dialog dan regulasi baru bisa memberi payung hukum dan kepastian royalti. Pendekatan lisensi terbuka bisa meredam konflik, tetapi harus imbang dengan sistem distribusi royalti musisi yang adil.
Perjanjian formal mulai Juli 2025 membuat semua pihak bisa menyanyikan karya tanpa mengabaikan hak pencipta.
Untuk itu, musisi Indonesia menempuh tiga jalur, yaitu dialog terbuka, lisensi bebas, dan tekanan regulasi. Forum yang melibatkan berbagai pihak dan sistem baru bisa menyelesaikan konflik royalti musisi. Regulasi tegas sejak 1 Juli 2025 akan memberi kepastian di dunia musik nasional.