Kotabumi (Lampost.co) – Inspektorat Lampung Utara segera membentuk tim untuk memeriksa dana hibah Pilkada yang dikelola Komisi Pemilihan Umum (KPU). Langkah ini setelah mereka menerima surat rekomendasi dari DPRD Lampung Utara pada 1 September 2025.
Surat bernomor 170/525/02.4.-LU/2025 yang ditandatangani seluruh pimpinan DPRD, meminta inspektorat menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan dana hibah. Plt Inspektur Lampura, Tommy Suciadi, membenarkan pihaknya sudah menerima surat tersebut.
“Suratnya kami terima kemarin. Kami akan segera membentuk tim untuk menangani dugaan penyalahgunaan anggaran hibah Pilkada serentak,” ujarnya, Selasa, 2 September 2025.
Sebagai langkah awal, tim pemeriksa akan mengumpulkan bahan dan keterangan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Audit terhadap penggunaan dana hibah langsung Pilkada 2024, sebelum melangkah pada tahap berikutnya.
Dugaan Pelanggaran
Kecurigaan DPRD berawal dari hasil konsultasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lembaga itu menegaskan sisa dana hibah Pilkada tidak boleh digunakan setelah pengusulan pengesahan pasangan calon kepala daerah terpilih.
“BPKP menjawab surat konsultasi kami. Hasilnya, pengembalian sisa dana hibah menjadi kewajiban,” kata Wakil Ketua II DPRD Lampura, Dedy Andrianto.
Berdasarkan surat BPKP, pengembalian sisa dana wajib dilakukan sejak pengusulan pengesahan kepala daerah. KPU Lampura menetapkan Hamartoni Ahadis dan Romli sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih pada 9 Januari 2025, berdasarkan Keputusan KPU Nomor 2 Tahun 2025. Keduanya resmi dilantik pada 20 Februari 2025.
Dengan dasar itu, tidak ada alasan bagi KPU untuk menggunakan kembali sisa anggaran. Aturan tersebut sejalan dengan Permendagri Nomor 41 Tahun 2020 pasal 20 ayat 3 yang mengatur batas waktu tiga bulan untuk mengembalikan sisa dana hibah.
Polemik Dana Rp2,3 Miliar
Kontroversi ini bermula dari penggunaan sisa dana hibah Pilkada Lampura sebesar Rp12 miliar. Dari jumlah itu, Rp4,7 miliar dipakai untuk membayar gaji badan ad hoc, Rp4,9 miliar dikembalikan ke kas daerah, sedangkan Rp2,3 miliar dipersoalkan.
Dana Rp2,3 miliar tersebut antara lain Rp927 juta digunakan untuk pemeliharaan dan pengadaan di KPU. Sisa dana itulah yang kini menjadi sorotan DPRD, inspektorat, hingga aparat penegak hukum.
Lembaga Pendidikan Pemantauan dan Pencegahan Korupsi (LP3K) Lampura bahkan telah melaporkan dugaan penyalahgunaan itu ke Kejaksaan Negeri Kotabumi pada 25 Mei 2025. Isi laporan menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan dalam pengelolaan dana hibah Pilkada.
Rekomendasi DPRD Lampura setelah rapat pimpinan. Tujuannya agar pengelolaan dana hibah menjadi terang benderang dan tidak menimbulkan polemik berlarut. DPRD juga menegaskan akan memantau perkembangan kasus ini agar inspektorat lebih serius mengusut persoalan.
Menurut DPRD, dana hibah Pilkada bersumber dari uang negara sehingga tidak boleh serampangan. Oleh karena itu, pengembalian dan pengawasan harus sesuai dengan aturan perundang-undangan. (Fajar Nofitra)