Bandar Lampung (Lampost.co) — Curah hujan tinggi dan meningkatnya permintaan menjadi faktor utama kenaikan harga cabai di Provinsi Lampung, khususnya di Kota Bandar Lampung.
Pengamat ekonomi, Prof. Nairobi, menjelaskan cabai merupakan komoditas yang sangat sensitif terhadap cuaca. Kondisi lembap akibat curah hujan membuat tanaman rentan terkena penyakit busuk akibat jamur. “Hujan terus-menerus dapat menggagalkan penyerbukan bunga cabai sehingga jumlah buah berkurang,” ujarnya, Senin, 8 September 2025.
Selain itu, hujan deras dan angin kencang dapat merusak tanaman serta membuat buah cabai rontok. Sementara itu, cuaca mendung berkepanjangan memperlambat proses fotosintesis dan pematangan buah.
Menurut Nairobi, tingginya permintaan juga bisa mendorong harga cabai naik, meski biasanya bukan penyebab tunggal. “Saat ada event tertentu, seperti musim hajatan, permintaan cabai bisa meningkat, sehingga mendorong harga,” tuturnya.
Ia menegaskan, kenaikan harga cabai lebih sering dipicu penurunan pasokan. Kota Bandar Lampung sebagai konsumen besar banyak bergantung pada pasokan dari daerah lain, seperti Tanggamus, Pringsewu, bahkan dari luar provinsi. “Buruknya kondisi jalan atau tingginya biaya transportasi menambah ongkos distribusi dan menurunkan kesegaran cabai, yang akhirnya memengaruhi harga,” jelasnya.
Selain faktor cuaca dan distribusi, Nairobi menyoroti kemungkinan praktik tidak sehat di rantai pasok. Pedagang besar bisa menahan stok untuk menciptakan kelangkaan semu agar harga melonjak. “Ini praktik yang tidak sehat, tapi kerap terjadi di pasar komoditas pertanian. Meski demikian, tetap perlu pembuktian,” katanya.
Ia menambahkan, pola umum yang terjadi menunjukkan faktor cuaca, khususnya musim hujan, sangat besar kemungkinannya menjadi penyebab utama kenaikan harga cabai di Bandar Lampung saat ini. “Cuaca memengaruhi hasil panen di sentra produksi, sehingga pasokan ke pasar tradisional menyusut,” pungkasnya.