Jakarta (Lampost.co) – Kerusuhan besar melanda Nepal setelah ribuan warga Gen Z Nepal turun ke jalan pada Senin, 8 September 2025. Aksi yang bermula dari protes berujung pada bentrokan keras dengan aparat di Kathmandu.
Polisi menembakkan gas air mata, meriam air, hingga peluru tajam ketika massa berusaha memanjat pagar parlemen. Insiden itu mengakibatkan hampir 200 orang terluka. Keesokan harinya, situasi semakin panas ketika gedung parlemen, markas besar Partai Kongres Nepal, serta rumah mantan Perdana Menteri Sher Bahadur Deuba dibakar massa.
Berikut fakta-fakta demonstrasi Gen Z Nepal :
1. Sebanyak 22 Demonstran Tewas
Bentrok yang terjadi di Kathmandu dan sejumlah kota lain menewaskan **22 demonstran** pada hari pertama kerusuhan. Menteri Komunikasi Nepal, Prithvi Subba, menyebut polisi terpaksa menggunakan pentungan, peluru karet, hingga meriam air demi membubarkan massa. Situasi darurat membuat pemerintah memberlakukan jam malam di sekitar gedung-gedung strategis.
2. Aksi Bakar Gedung Pemerintah dan Rumah Pejabat
Pada Selasa (9/9), demonstrasi meluas. Massa membakar gedung parlemen, menyebabkan asap hitam mengepul di langit ibu kota. Beberapa rumah politisi juga rusak. Gelombang kemarahan publik menyasar simbol-simbol kekuasaan yang mereka anggap sarang korupsi.
3. Akar Masalah Larangan Media Sosial
Sumber awal kemarahan publik berasal dari kebijakan pemerintah yang melarang 26 platform media sosial, termasuk WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Kebijakan itu dipandang sebagai upaya membungkam suara rakyat, terutama gerakan antikorupsi yang aktif di dunia maya. Walau larangan dicabut Senin malam, aksi sudah terlanjur membesar.
Nepal sendiri tercatat sebagai salah satu negara dengan pengguna media sosial per kapita tertinggi di Asia Selatan. Tidak heran, pemblokiran tersebut langsung memicu gejolak sosial.
4. Tuntutan Generasi Z
Mayoritas demonstran adalah mahasiswa yang menuntut dua hal utama: pencabutan larangan media sosial serta penghentian praktik korupsi di tubuh pemerintahan.
“Kami ingin mengakhiri korupsi di Nepal,” kata Binu KC, mahasiswa 19 tahun, kepada BBC Nepali. Senada, Subhana Budhathoki, seorang kreator konten, menegaskan bahwa protes bukan hanya soal media sosial, melainkan juga tentang kebebasan bersuara yang selama ini dibungkam.
5. Presiden dan Perdana Menteri Mundur
Gelombang protes akhirnya menjatuhkan dua tokoh tertinggi negeri. Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri setelah 22 orang tewas akibat bentrokan. Ia menyatakan langkah itu perlu demi mencari solusi konstitusional. Tak lama berselang, Presiden Ram Chandra Paudel juga menyatakan mundur, menambah ketidakpastian politik di negara Himalaya tersebut.