Jakarta (Lampost.co) — Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan keprihatinan mendalam melalui surat terbuka terkait maraknya kasus keracunan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah. Program yang sejatinya bertujuan mulia justru menimbulkan risiko serius bagi keselamatan anak Indonesia.
Poin Penting:
-
4.711 kasus keracunan MBG tercatat sejak Januari 2025.
-
IDAI keluarkan surat terbuka berisi lima poin penting.
-
Fokus pada keselamatan anak, keamanan pangan, dan pengawasan.
Berdasarkan laporan Badan Gizi Nasional (BGN), sejak Januari hingga 22 September 2025 tercatat 4.711 kasus keracunan MBG di seluruh Indonesia. Kasus terbaru terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, awal pekan ini, dengan 842 orang menjadi korban.
IDAI Ingatkan Bahaya Keracunan MBG
Dalam surat terbukanya, IDAI menegaskan program MBG harus dikawal dengan standar tinggi agar benar-benar bermanfaat. Alih-alih meningkatkan status gizi anak, kejadian keracunan massal justru mengancam keselamatan, termasuk bagi kelompok rentan seperti balita dan ibu hamil.
Baca juga:
“Anak-anak dan kelompok rentan harus mendapat perhatian khusus. Kejadian berulang ini menunjukkan lemahnya pengawasan keamanan pangan,” tulis IDAI.
IDAI juga menegaskan program Makanan Bergizi Gratis tidak boleh berhenti pada aspek kuantitas makanan semata, melainkan harus memastikan kualitas, keamanan, serta proses distribusi sesuai standar gizi anak.
Lima Poin Penting Surat Terbuka IDAI
Dalam pernyataan resminya, IDAI menyoroti lima poin penting terkait maraknya kasus keracunan MBG:
1.Keselamatan Anak dan Kelompok Rentan
Balita, anak-anak, dan ibu hamil merupakan kelompok paling berisiko. Mereka wajib mendapat perlindungan dari ancaman keracunan makanan MBG.
2.Keamanan Pangan
Setiap tahap penyediaan, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi makanan MBG harus memenuhi standar keamanan pangan nasional untuk mencegah kontaminasi.
3.Kualitas dan Keseimbangan Menu
Menu MBG harus bergizi seimbang, disusun oleh ahli gizi anak, dan memperhatikan kebutuhan nutrisi harian sesuai standar kesehatan.
4.Pengawasan Ketat
IDAI meminta untuk memperketat pengawasan program. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) beserta kelengkapannya harus memiliki sertifikasi, mendapat pengawasan, dan BGN langsung mengevaluasi.
5.Mitigasi dan Layanan Aduan
Perlu prosedur mitigasi jelas melibatkan pemerintah, sekolah, dokter spesialis anak, tenaga kesehatan, serta masyarakat. Menyiapkan layanan aduan masyarakat untuk mempercepat penanganan kasus.
Dampak Sosial dan Kesehatan
Kasus keracunan MBG tidak hanya menimbulkan korban massal, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap program pemerintah. Orang tua mulai ragu memberikan makanan MBG kepada anak-anak.
Untuk itu, IDAI menekankan bila kondisi ini terus berulang, tujuan mulia meningkatkan status gizi nasional bisa gagal tercapai.
Keracunan makanan juga berisiko menimbulkan komplikasi serius, terutama bagi anak usia dini dan ibu hamil. IDAI juga mengingatkan kejadian ini harus mendapat penanganan sebagai darurat kesehatan masyarakat.
Ajakan Kolaborasi
Melalui surat terbuka tersebut, IDAI menyatakan siap berkolaborasi dengan pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Tujuannya agar program Makanan Bergizi Gratis benar-benar memberikan manfaat gizi, kesehatan, serta masa depan lebih baik bagi anak Indonesia.
“Program MBG harus menjadi simbol kepedulian negara terhadap gizi anak. Jangan sampai berubah menjadi ancaman kesehatan akibat lemahnya pengawasan,” kata IDAI.