Bandar Lampung (Lampost.co) — Keluarga Pratama Wijaya meragukan hasil ekshumasi yang tersampaikan Tim Forensik RS Bhayangkara Polda Lampung. Pihak keluarga menilai kesimpulan itu belum menjawab dugaan adanya kekerasan saat kegiatan pendidikan dasar.
Kuasa hukum keluarga, Icen Amsterly mengatakan Pratama tidak memiliki riwayat penyakit sejak kecil hingga sebelum mengikuti kegiatan pendidikan. “Kalau benar punya tumor, tidak mungkin bisa ikut kegiatan seperti itu,” ujarnya, Selasa, 7 Oktober 2025.
Kemudian menurutnya, hasil ekshumasi menunjukkan adanya retakan pada bagian belakang tengkorak kepala. Perkiraan terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Ia menduga luka itu muncul akibat kekerasan saat kegiatan pendidikan dasa.
“Tapi dokter tidak bisa memastikan. Itu jadi tugas penyidik untuk membuktikan,” katanya.
Lalu menurutnya, luka-luka yang tersampaikan sebagai hasil tindakan medis justru terjadi setelah kegiatan pendidikan dasar, bukan sebelumnya. Karena itu, keluarga berharap polisi menelusuri dugaan kekerasan dengan pendekatan yang objektif dan transparan. Ia juga menegaskan pentingnya penyidikan menyeluruh agar hasil medis tidak menutup kemungkinan adanya unsur kekerasan dalam peristiwa tersebut.
“Kami mendukung langkah penyidik, tapi berharap perkara ini tidak berlarut. Harapan kami, ada penetapan tersangka dan keadilan bagi Pratama bisa segera terwujud,” katanya
Sementara itu, Ibu Pratama yang juga pelapor dalam perkara ini, Wirna Wani, menyebut anaknya selama ini sehat dan belum pernah menjalani perawatan medis. “Baru setelah pulang dari pendidikan dasar itu melakukan perawat,” katanya.
Kampus Bekukan Mahepel
Pihak Universitas Lampung (Unila) menegaskan bahwa organisasi Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) masih dalam status pembekuan. Ini pasca kematian Pratama Wijaya Kusuma dalam kegiatan pendidikan dasar (Diksar).
Kemudian kampus juga menyatakan akan memberikan sanksi tegas kepada mahasiswa. Apalagi yang terbukti terlibat dalam kasus dugaan kekerasan yang kini tengah terselidiki Polda Lampung.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Sunyono menyampaikan, status pembekuan Mahepel masih berlaku dan belum ada rencana pencabutan.
“Organisasi Mahepel masih kita bekukan. Langkah ini sebagai bentuk tanggung jawab universitas untuk mencegah terulangnya tindakan kekerasan dalam aktivitas kemahasiswaan,” katanya.
Selanjutnya Unila masih menunggu hasil resmi penyidikan dari Polda Lampung untuk menentukan langkah lanjutan. “Kami akan menghormati hasil penyelidikan yang sah secara hukum. Prinsipnya, universitas siap bertindak tegas apabila terbukti ada pelanggaran yang melibatkan sivitas akademika,” kata Sunyono.
Kemudian pihak kampus juga menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma. Dan berjanji akan terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian serta keluarga korban. Demi terwujudnya penyelesaian kasus secara adil dan terbuka.
Sebelumnya, Polda Lampung mengungumkan hasil ekshumasi jenazah Pratama Wijaya. Ia merupakan peserta pendidikan dasar (Diksar) Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Universitas Lampung (Unila) pada 11–14 November 2024.
Kemudian Pratama sempat sakit dan menjalani perawatan dan meninggal dunia pada 28 April 2025. Polda Lampung melakukan ekshumasi, pada 30 Juni 2025. Selanjutnya hasil ekshumasi, menyebutkan almarhum mengidap tumor otak.