Bandar Lampung (Lampost.co) — Satuan Tugas Makan Bergizi Gratis (Satgas MBG) Lampung menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola program. Mereka juga fokus pada kepatuhan pelaksana di lapangan, serta pengawasan aspek higienitas dan keamanan pangan.
Langkah itu menjadi fokus utama dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Survei Monitoring dan Evaluasi (Monev) Program MBG Tahap II Tahun 2025. Acara ini dilaksanakan di Ballroom Swiss-Belhotel Lampung, Senin, 27 Oktober 2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMDT) Lampung, Saipul, mengatakan data BPS menjadi dasar penting memperbaiki sistem dan manajemen program di lapangan.
“Keberhasilan implementasi program MBG sangat bergantung pada sinergi lintas sektor dengan Satgas MBG. Untuk itu, survei BPS merupakan langkah evaluasi krusial,” ujar Saipul, yang juga Ketua Satgas MBG Daerah.
Ia menilai, evaluasi berkelanjutan perlu berjalan agar tujuan memperbaiki gizi anak-anak benar-benar tercapai. Selain itu, kolaborasi antarinstansi untuk pencegahan dan penanganan kejadian luar biasa seperti keracunan makanan.
“Penyelenggaraan MBG harus terus afa evaluasi agar tujuan perbaikan gizi anak-anak tercapai. Lalu sinergi antarinstansi dalam pencegahan dab penanganan kejadian luar biasa seperti keracunan makanan perlu meningkat secara nyata di lapangan,” kata dia.
Dia menambahkan, Satgas MBG berkomitmen memastikan seluruh penanggung jawab Sentra Produksi dan Pengolahan Gizi (SPPG) menaati tata kelola dan standar operasional prosedur (SOP).
Menurutnya, kepatuhan terhadap standar higienitas merupakan aspek utama yang harus terjaga. Termasuk kepemilikan sertifikat laik higienis (SLHS) dan sertifikat penjamah makanan bagi seluruh tenaga pengelola.
Sementara itu, Fungsional Sanitarian Ahli Madya Dinas Kesehatan Lampung, Yuliana, menekankan pentingnya memperkuat indikator keamanan pangan dalam survei BPS tahap II.
“Kami mencatat insiden keracunan pangan pada 78 siswa di Pondok Pesantren Baitul Nur pada 14 Oktober 2025. Kasus ini menegaskan survei BPS Tahap II harus dengan indikator yang mengukur standar ketepatan gizi dan keamanan pangan di TPP. Hal ini sejalan dengan regulasi kesehatan,” kata dia.








