Jakarta (Lampost.co) — Pemerhati kepolisian Poengky Indarti menegaskan Komisi Percepatan Reformasi Polri harus fokus memperbaiki aspek kultural Polri agar cita-cita reformasi kepolisian 1998 benar-benar terwujud. Ia menilai pembenahan struktural saja tak cukup tanpa perubahan budaya kerja dan perilaku aparat di lapangan.
Poin Penting:
-
Reformasi harus menitikberatkan pada perubahan budaya Polri.
-
Kolaborasi dengan Tim Akselerasi Reformasi Polri menjadi kunci percepatan perubahan.
-
Publik menuntut hasil nyata, bukan sekadar simbol reformasi.
Menurutnya, publik berharap Komisi Reformasi Polri dapat melahirkan kebijakan nyata yang menyentuh akar persoalan budaya kekuasaan, etika pelayanan, dan penghormatan HAM.
“Polri yang profesional, humanis, dan menghormati HAM adalah amanat reformasi 1998. Perubahan kultural menjadi kunci agar Polri kembali mendapat kepercayaan masyarakat,” ujar Poengky, Jumat, 7 November 2025.
Baca juga:
Kolaborasi dengan Tim Akselerasi
Ia juga menilai anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri memiliki kapasitas dan pengalaman mumpuni. Mereka bisa bekerja cepat dan berkolaborasi dengan Tim Akselerasi Transformasi Polri bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Para anggota komisi adalah pakar berpengalaman. Mereka bisa merumuskan kebijakan yang konkret agar transformasi Polri berjalan efektif,” katanya.
Poengky juga menegaskan sinergi antara Komisi Reformasi Polri dan Tim Akselerasi Polri sangat penting. Kolaborasi ini harus menghasilkan langkah nyata, bukan sekadar seremonial atau simbol reformasi.
Prabowo Bentuk Komisi Reformasi Polri
Sementara itu, sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto secara resmi membentuk Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian pada Jumat, 7 November 2025, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Pembentukan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 122P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian.
Komisi beranggotakan 10 tokoh hukum nasional, termasuk tiga mantan kapolri. Prabowo memimpin langsung pengucapan sumpah jabatan anggota komisi.
“Demi Allah, saya bersumpah akan setia kepada UUD 1945, menjalankan peraturan perundangan, dan bekerja dengan penuh tanggung jawab,” ucap Prabowo saat mendiktekan sumpah.
Pembentukan Komisi Reformasi Polri menjadi langkah strategis pemerintah untuk mempercepat reformasi di tubuh kepolisian. Namun, publik menilai efektivitas komisi bergantung pada keberanian mengubah budaya kekuasaan dan kekerasan yang masih melekat di sebagian aparat.
Tantangan dan Harapan Reformasi Polri
Pengamat menilai ukuran keberhasilan Komisi Percepatan Reformasi Polri berdasar kemampuan memperbaiki budaya pelayanan publik, meningkatkan akuntabilitas, dan menegakkan penegakan hukum tanpa diskriminasi. Selain itu, reformasi harus memperkuat fungsi pengawasan internal dan eksternal, serta mendorong transparansi dalam setiap tindakan kepolisian.
Dengan perubahan menyeluruh, harapannya Polri benar-benar menjadi institusi profesional, modern, dan tepercaya (promoter). “Reformasi kultural tidak boleh berhenti di atas kertas. Polri harus berani berubah dari dalam,” ujar Poengky.






