Bandar Lampung (Lampost.co): Tingginya harga gabah di tingkat petani dan besarnya permintaan terhadap komoditas tersebut menjelang Ramadan, memicu lonjakan harga komoditas beras.
Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi Caya menyebut fenomena peningkatan harga komoditas pokok ini merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran.
“Saat ini harga gabah sedang naik, sehingga harga jual (beras) juga terdorong naik. Harga gabah tinggi akibat peningkatan biaya saprodi. Selain itu, adanya perubahan pola produksi,” ujarnya, Selasa, 20 Februari 2024.
Baca juga: Biaya Produksi Gabah Tinggi Sebabkan Harga Beras Mahal
Peningkatan permintaan barang dari pedagang cenderung meningkat mendekati moment Ramadan. Para pedagang tersebut mengamankan stok produk dengan menambah jumlah pembelian ke pemasok beras.
“Menjelang puasa memang biasanya kenaikannya lebih awal. Bisa jadi pasar mempersiapkan stok untuk puasa dan lebaran, sehingga mendorong permintaan naik,” jelasnya.
Permintaan komoditas beras yang tinggi tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan barang. Pasalnya, perubahan pola iklim menyebabkan berubahnya pola produksi di sektor pertanaman padi bahkan menyumbang dampak kegagalan panen.
“Ada perubahan pola produksi, kemudian panas berkepanjangan dan banjir yang membuat gagal panen. Permintaan produk naik sementara pasokan cenderung stagnan bahkan kurang,” ujarnya.
Minimnya perlakuan pasca panen gabah untuk meningkatkan nilai tambah juga turut mendorong gejolak harga. Rantai distribusi produk menjadi lebih panjang sehingga menambah biaya transportasi yang berakibat pada peningkatan harga beras.
“Apalagi petani kita cenderung menjual gabah dan beli beras. Prosedur pengolahan gabah, kita tahu tidak dilakukan di Lampung. Ini menambah biaya transportasi, ikut mendorong harga naik,” pungkasnya.
Reporter: Silvia Agustina