Bandar Lampung (Lampost.co): Institut Teknologi Sumatera (Itera) menegaskan daerah cekungan di Rajabasa masuk tahap kritis dan tidak mampu menyerap air hujan. Minimnya ruang resapan membuat air langsung mengalir dan memicu banjir besar.
Wakil Rektor II Itera, Arif Rohman, memaparkan hasil pemetaan yang menunjukkan aliran air di Rajabasa hampir seluruhnya lolos dari tanah keras yang tidak lagi menyimpan air.
“Dari 100 persen air yang masuk ke cekungan, 90 persen langsung berubah menjadi banjir karena tanah tidak memberi ruang serapan,” ujar Arif Rohman saat tampil di Podcast Lampung Post Update, Selasa, 9 Desember 2025.
Ia menekankan pertumbuhan penduduk di kawasan hulu mendorong warga mengubah lahan hijau menjadi permukiman padat. Perubahan ini membuat tanah kehilangan kemampuan menahan air.
“Pertumbuhan penduduk di hulu melaju sangat pesat dan warga mengalihfungsi-kan lahan hijau resapan menjadi permukiman yang sama sekali tidak menahan air,” kata Arif.
Arif menemukan kondisi serupa di berbagai wilayah lain di Bandar Lampung. Limpasan air hujan yang melaju tanpa hambatan membuat banjir langsung menyerbu kawasan permukiman.
“Air dari hulu turun dengan volume penuh dan menumpuk di satu titik,” ujarnya.
Ia menegaskan pengurangan risiko banjir menuntut upaya menahan air sebelum air mencapai hilir. Ia menawarkan pendekatan nature-based solution dengan memperbanyak ruang resapan di lingkungan permukiman.
“Permukiman perlu memulihkan ruang serapan, misalnya memakai paving blok untuk halaman atau jalan,” jelas Arif.
Di hilir, Itera mendorong rekayasa alur sungai agar tidak melaju terlalu lurus. Alur yang berbelok atau meander mampu memperlambat laju air dari hulu.
Pemetaan Ulang
Itera juga mendorong pemerintah melakukan pemetaan ulang wilayah yang layak menjadi tampungan air. Seperti embung dan ruang terbuka hijau (RTH). Arif mengingatkan bahwa aturan tata ruang mewajibkan kota menyediakan 30 persen RTH.
“Wilayah yang menyimpan potensi tampungan air besar perlu pemerintah tetapkan sejak awal. Begitu juga RTH, karena aturan 30 persen sudah sangat jelas,” ujar Arif.
Arif menutup penjelasannya dengan menegaskan kebutuhan langkah jangka panjang. Ia menilai pembenahan tata ruang di hulu dan hilir serta penambahan ruang resapan harus berjalan bersamaan agar banjir musiman tidak terus menyerang Bandar Lampung.








