Jakarta (Lampost.co) — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan Helmut Hermawan. Direktur PT Citra Lampia Mandiri itu menjadi tersangka KPK sebagai penyuapan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
“Mengadili, mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk sebagian,” kata hakim tunggal Tumpanuli Marbun, saat membacakan putusannya, Selasa, 27 Februari 2024.
Hakim juga memutuskan penetapan tersangka pemohon tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. “Sehingga, penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujarnya.
Tumpanuli menilai pengabulan praperadilan itu karena penetapan tersangka Helmut tidak sah dan tidak mencukupi dua alat bukti. Sebab, KPK menetapkannya bersamaan dengan proses penyidikan.
Padahal, berdasarkan hukum acara proses penyidikan harus lebih dahulu baru penetapan tersangka dan bukan sebaliknya. Selain itu, status tersangka Eddy yang gugur juga menjadi pertimbangan hakim. Sebab, dalam kasus suap, pemberi dan penerima harus selalu sejalan dan berkaitan.
BACA JUGA: Dugaan Suap Oknum KPU, Pemberi dan Penerima Bisa Dipidana
Sebelumnya, Helmut diduga menyuap eks Wamenkumham, lewat anak buahnya Yogi dan Yosi hingga Rp8 miliar. Pemberian suap ini terkait pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM serta janji pemberian SP3 kasus di Bareskrim.
Sementara itu, Ahmad Handoko dan Resmen Kadafi, selalu kuasa hukum Helmut, mengatakan hakim tunggal yang memutus praperadilan itu patut mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya. “Kami menghormati sepenuhnya tindakan KPK dalam penetapan tersangka,” ujarnya.
Namun, praperadilan bukan bermaksud untuk menyalahkan KPK, melainkan bentuk kontrol untuk menguji keputusan penegak hukum dalam menetapkan tersangka.
“Kami berharap pengadilan memutus penetapan tersangka Helmut tidak sah karena tidak cukup bukti. Itu sebagaimana Pasal 184 KUHP sehingga kami minta KPK menghentikan penyidikan perkara ini,” ujar Ahmad Handoko dan Resmen Kadafi di PN Jakarta Selatan.