Bandar Lampung (Lampost.co) – Kemauan pemerintah mengurusi serangan ransomware pada pusat data nasional sementara (PDNS) 2 tergolong rendah. Sebab, penjelasan kepada publik atas peretasan yang terjadi kebanyakan bukan pimpinan tertinggi instansi.
.
“Saya melihat memang ini political will dari para pemimpinnya sendiri. Itu memang sangat rendah terhadap persoalan,” kata pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah dalam acara Crosscheck by Medcom.id dengan tema ‘Negara Klenger Diserang Hacker’, Minggu, 30 Juni 2024.
.
Selanjutnya, Trubus juga mempertanyakan posisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai peretasan tersebut. Kepala Negara hingga kini belum memberikan pernyataan secara langsung kepada masyarakat.
.
“Iya kan, Presiden harusnya mengambil alih karena sudah dalam posisi delapan hari (terhitung Jumat, 28 Juni 2024),” ucap Trubus.
.
Lebih lanjut, Trubus menilai serangan ransomware dalam PDNS 2 ini sangat memalukan bagi Indonesia. Kemudian ia menduga ada ikut campur pihak luar yang sedang mengetes pertahanan Tanah Air.
.
“Jadi, sebenarnya bisa saja ini awalnya kita lihat sejauh mana sih kemampuan Indonesia dalam hal ini. Sehingga orang lain iseng, taruhlah orang luar yang mencoba untuk masuk meretas,” ucap Trubus.
.
Trubus menduga ada motif politik dari luar untuk Indonesia atas serangan siber tersebut. Serangan awal dinilai hanya untuk memberikan informasi kepada dunia bahwa pertahanan digital Indonesia lemah. “Kan sangat memalukan sekali, nah, ini Indonesia dipermalukan seperti itu,” tutur Trubus.