Jakarta (Lampost.co)— Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji Wisnu Wijaya mengungkapkan tiga masalah utama yang menjadi sorotan DPR, terkait evaluasi penyelenggaraan haji 1445H/2024M.
Pertama, soal indikasi pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Terkait pengalihan kuota haji tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan Keppres BPIH 1445H/2024M.
“Selain mencederai kesepakatan yang telah di buat bersama Komisi VIII DPR lewat Panja BPIH 1445H/2024M. Keputusan sepihak Kementerian Agama juga melukai perasaan jemaah haji reguler akibat kuota tambahan yang seharusnya bisa memprioritas mereka guna mengurangi panjangnya waktu antrean. Sebaliknya memberikan kepada jemaah haji khusus,” ungkap Wisnu, Rabu, 17 Juli 2024.
Imigrasi Arab Saudi Tahan Ketua DPRD Rembang, Terkait Pelanggaran Haji
Kedua, terkait masalah layanan bagi jemaah yang mencakup transportasi, pemondokan, penerbangan. Serta katering bagi jemaah haji reguler maupun khusus yang ia nilai jauh dari standar kelayakan.
Terkait katering, Wisnu menyatakan bahwa Timwas Haji DPR menemukan sejumlah jemaah yang mengalami keracunan, akibat mengonsumsi makanan basi.
“Masalah makanan ini jelas berpengaruh terhadap kondisi kesehatan jemaah. Lewat pansus ini kami berharap bisa menemukan titik terang lewat keterangan para saksi dan ahli. Apakah kualitas makanan ini dapat kita nilai sebagai salah satu penyebab wafatnya sejumlah jemaah haji kita di sana,” terang Politisi PKS ini.
Minimalisir Risiko
Wisnu menambahkan,perlu langkah tegas untuk meminimalisir risiko wafatnya jemaah haji Indonesia di Tanah Suci pada masa mendatang.
“Misalnya, langkah Presiden Tunisia yang memecat Menteri Agamanya akibat banyak jemaah haji mereka yang wafat. Memberi pesan yang kuat kepada kita betapa sebuah Negara harus mampu menunjukan keberpihakannya dan pertanggungjawaban moral kepada rakyat. Khususnya jemaah yang telah mempercayakan urusan ibadahnya kepada Negara,” papar Wisnu.
Terakhir, anggota Komisi VIII DPR ini menyebut kelalaian pemerintah dalam menanggulangi membludaknya jemaah yang tidak menggunakan visa haji resmi pada musim haji.
Sehingga hal itu menimbulkan banyak masalah baik dari sisi perlindungan, maupun kualitas layanan yang diterima oleh jemaah haji resmi.
“Meskipun DPR telah mengingatkan Kementerian Agama untuk bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM. Serta Kementerian Luar Negeri soal perlu membuatkan larangan sementara bagi calon jemaah non visa haji agar tidak berangkat ke Tanah Suci selama musim haji, mereka tidak mengindahkan masukan kami,” tegas Wisnu.
“Akhirnya, terbukti banyak warga negara kita yang tertangkap karena dinilai ilegal, jemaah haji resmi yang rugi, dan pemerintah gagal melindungi mereka,” pungkas Wisnu.