Dalam konferensi pers di Kampus FK Undip Tembalang, Semarang, Dekan FK, Yan Wisnu Prajoko, dan Kepala Kantor Hukum Undip, Yunanto, menyampaikan bahwa sanksi tersebut mereka ambil melalui proses yang adil dan sesuai dengan kebijakan universitas.
Dua mahasiswa pihaknya keluarkan pada tahun 2023. Sementara satu lainnya sudah mengeluarkan pada 2021 dan kini sedang menjalani proses pidana.
Yan Wisnu Prajoko juga mengungkapkan bahwa FK Undip tengah menangani kasus perundungan yang belakangan ramai di bicarakan. Sebagai langkah antisipatif, pihaknya telah membentuk satuan tugas yang bekerja sama dengan RSUP dr. Kariadi Semarang.
“Hal ini untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang terintegrasi dengan pelayanan di PPDS, terutama di Program Studi Anestesi,”ungkap Yan Wisnu.
Pembentukan satuan tugas ini bertujuan untuk merancang langkah-langkah konkret, seperti pengaturan jam kerja mahasiswa agar lebih adil dan tidak terlalu membebani. Tim ini juga harapannya dapat menjadi contoh bagi program studi lainnya di FK Undip.
Konferensi pers tersebut juga menyinggung kasus meninggalnya mahasiswi PPDS Undip, dr. Aulia Risma Lestari, yang terduga bunuh diri pada 12 Agustus 2024.
Dekan FK, Yan Wisnu Prajoko, mengakui bahwa fakultasnya belum sepenuhnya bebas dari perundungan, terutama di pendidikan spesialis.
“Meskipun demikian, kami berkomitmen untuk menggunakan kasus ini sebagai momentum untuk memberantas perundungan di FK Undip melalui pengembangan sistem regulasi, pengawasan, dan monitoring,”sebutnya.
Ia menambahkan bahwa sejak Agustus 2023, Undip telah membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Perundungan dan Kekerasan Seksual.
Setiap mahasiswa PPDS yang baru masuk wajib menandatangani pakta integritas untuk tidak melakukan perundungan dan siap menerima sanksi jika melanggar. Meskipun demikian, Wisnu menyadari bahwa perundungan masih mungkin terjadi di FK Undip, meskipun dalam skala kecil.