Bandar Lampung (Lampost.co) — Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung mencatat, selama semester I 2024, sebanyak 296 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Lampung.
Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, Fitrianita Damhuri mengatakan kasus kekerasan terbanyak terjadi di Bandar Lampung yakni sebanyak 94 kasus.
”Untuk Lampung Selatan terdapat 47 kasus, Lampung Timur 33 kasus, Lampung Utara 14 kasus,” kata Fitrianita, Rabu, 25 September 2025.
Baca Juga:
82 Perempuan dan Anak Jadi Korban Kekerasan Selama Agustus 2024
Selanjutnya Way Kanan sebanyak 14 kasus, Pesisir Barat 14 kasus, Kota Metro 13 kasus, Tulangbawang Barat 12 kasus, dan Tulangbawang 11 kasus.
Kemudian Lampung Tengah sebanyak 10 kasus, Tanggamus 9 kasus, Pesawaran 7 kasus, Lampung Barat 6 kasus, Pringsewu 3 kasus, dan Mesuji terkecil sebanyak 1 kasus.
”Sementara itu total korban akibat kekerasan perempuan dan anak di Lampung selama semester 1 2024 mencapai 330 orang. Jumlah korban terbanyak juga berada di Bandar Lampung dengan total 108 korban,” katanya.
Daerah lainnya Lampung Selatan sebanyak 47 korban, Lampung Timur 33 korban, Lampung Utara 22 korban, dan Pesisir Barat 22 korban.
Way Kanan sebanyak 17 korban, Kota Metro 13 korban, Tulangbawang 13 korban, dan Tulangbawang Barat 12 korban.
Lampung Barat sebanyak 12 korban, Lampung Tengah 11 korban, Tanggamus 9 korban, Pesawaran 7 korban, Pringsewu 1 korban, dan Mesuji 1 korban.
”Dari total jumlah korban terbanyak bentuk kekerasan yang dilaporkan kekerasan seksual 212 korban. Kekerasan fisik 78 korban, psikis 40 korban, sementara sisanya penelantaran, trafficking, dan eksploitasi,” ujar dia.
Ia mengatakan untuk korban sendiri didominasi usia 13 sampai 17 tahun sebanyak 139 korban dan kebanyakan pelajar.
”Sayangnya berdasarkan kasusnya, banyak terjadi kekerasan di rumah tangga sebanyak total 58,5 persen,” lanjutnya.
Sementara pada Juli 2024 terdapat 65 kasus kekerasan dan pada Agustus 2024 terdapat 82 kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Menyikapi hal tersebut, Dinas PPPA Provinsi Lampung juga terus memberikan pendampingan pada korban dan mendorong korban melaporkan kejadian.
Desa Siger
Saat ini juga Fitrianita mengatakan Provinsi Lampung sudah memiliki program bernama Desa Siger. Program tersebut telah ada kader sapa untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah saat memberikan pendampingan kepada korban yang mengalami kekerasan.
“Kader berasal dari masyarakat yang harapannya bisa pertama kali melihat jika ada kasus. Karena kalau UPTD tempatnya di kabupaten/kota, sementara kader sapa bisa tahu situasi lingkungannya,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan pihaknya menargetkan 100 persen korban kekerasan di Lampung mendapatkan pendampingan, baik dari pemerintah maupun dari lembaga masyarakat.
“Kalau terdampingi target kita 100 persen kasus terdampingi. Jadi proses pendampingan itu tidak hanya pemerintah daerah saja, tapi ada juga lembaga masyarakat yang ikut mendampingi,” ujarnya.
Ia mengatakan saat ini telah banyak korban kasus kekerasan ataupun pelecehan di daerah yang berani melaporkan tindakan tersebut ke pihak berwenang.
“Saat ini banyak korban yang sudah berani melaporkan tindakan kekerasan ataupun pelecehan. Memang ini ada sisi positif dan negatif, akan tetapi kami akan berusaha untuk terus mengedukasi masyarakat untuk berani melaporkan kasus-kasus seperti ini,” katanya.
Menurutnya, dengan adanya keberanian masyarakat untuk melaporkan tindakan kekerasan yang menjadikan perempuan dan anak sebagai korban. Maka akan membantu pemerintah daerah untuk melindungi perempuan serta anak di daerahnya.
“Dahulu mungkin banyak yang takut untuk melapor, tapi sekarang sudah banyak yang berani karena akses laporan dan sarana melaporkannya makin baik. Jadi edukasi berani melapor akan terus dilakukan. Sebab dengan berani lapor sama saja dengan berkontribusi dalam mencegah terjadinya peluang tindakan serupa di tempat lain,” tambahnya.
Ia juga mengharapkan masyarakat dapat terus berkontribusi melindungi perempuan dan anak di lingkungannya.