Jakarta (Lampost.co) — Menjelang pemilihan umum presiden Amerika Serikat (AS) yang tinggal dua hari lagi, Wakil Presiden Kamala Harris mengimbau semua warga, terutama pemilih pemula, untuk tidak tertipu klaim tak berdasar Donald Trump mengenai kecurangan sistem elektoral di Negeri Paman Sam.
Dalam pernyataan penutup kampanye di sebuah gereja di Michigan pada akhir pekan kemarin, Harris juga mengatakan bahwa Tuhan menawarkan “rencana ilahi yang kuat untuk menyembuhkan perpecahan” di seantero negeri.
Dari sana, ia memulai beberapa perhentian tambahan di Michigan, bagian dari “tembok biru” Partai Demokrat di Midwest yang dianggap krusial untuk meraih kemenangan.
Baca juga: Trump Masih Ungkit Klaim Kecurangan Pemilu 2020
Mengutip dari Medcom.id, Senin, 4 November 2024, Harris menghindari menyebut langsung nama Trump dalam pidatonya selama 11 menit di gereja Greater Emmanuel Institutional Church of God in Christ.
“Ada orang-orang yang berusaha memperdalam perpecahan, menabur kebencian, menyebarkan ketakutan, dan menyebabkan kekacauan,” kata Harris, yang di yakini merujuk kepada Trump.
Ia berbicara di saat yang sama ketika Trump berada di Pennsylvania dan menyatakan AS sebagai “negara gagal”. Serta mengatakan bahwa ia “tidak seharusnya meninggalkan” Gedung Putih setelah pemilu AS 2020, di mana ia kalah dari Joe Biden.
Ejek Demokrat
Sementara itu di saat Trump mengejek Partai Demokrat AS, Harris mengutip Perjanjian Lama nabi Yeremia dan mengatakan kepada hadirin bahwa ia melihat “suatu bangsa yang bertekad untuk menutup halaman tentang kebencian dan perpecahan serta memetakan jalan baru ke depan.”
Setelah kebaktian, Harris menepis karakterisasi Trump tentang pemilihan umum AS. Ia mengatakan kepada wartawan bahwa komentar eks presiden itu “di maksudkan untuk mengalihkan perhatian dari fakta. Bahwa kita memiliki dan mendukung pemilihan umum yang bebas dan adil di negara kita.”
“Sistem yang baik” itu sudah ada pada tahun 2020, kata Harris, dan “ia kalah.”
Harris mengatakan ia mempercayai penghitungan suara yang akan datang. Ia mendesak para pemilih, “khususnya orang-orang yang belum pernah memilih untuk tidak tertipu taktik ini. Yang menurut saya termasuk menyarankan kepada orang-orang bahwa jika mereka memilih, suara mereka tidak akan berarti.”