Jakarta (Lampost.co) — Tata kelola perlindungan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan harus segera kita perbaiki secara menyeluruh. Upaya ini sebagai bagian langkah strategis mengakselerasi pencapaian target pembangunan nasional.
“Antropolog terkemuka Indonesia, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat. Tata kelola untuk melestarikan dan mengembangkan hasil dari kebudayaan bangsa kita masih memerlukan perhatian serius untuk segera diperbaiki,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 8 November 2024.
Pernyataan Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI itu ia sampaikan pada Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi; serta Kementerian Kebudayaan pada Rabu, 6 November 2024 lalu.
Sejumlah perbaikan tata kelola di sektor kebudayaan, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, harus segera kita lakukan.
Karena sejumlah praktik pengelolaan selama ini, ujar Rerie, malah cenderung menghentikan upaya pelestarian itu sendiri.
Pemusatan koordinasi para peneliti di Indonesia di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) misalnya, malah membuat hasil temuan para peneliti, seperti artefak hasil temuan para arkeolog, tertumpuk di gudang BRIN di Cibinong, Jawa Barat tanpa identitas yang jelas.
“Padahal dalam penelitian kebudayaan, benda dan artefak itu bagian dari data. Hasil-hasil penelitian ini harus kita selamatkan,” ujar Rerie.
Terkendala
Selain itu, Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, pengelolaan kebudayaan yang tidak tepat juga menyebabkan situs-situs peninggalan bersejarah di tanah air seperti Situs Patiayam di Kudus, Jawa Tengah, terkendala untuk mendapatkan status situs nasional.
Dalam upaya pelestarian benda-benda bersejarah, upaya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya juga harus kita realisasikan. Upaya ini untuk mengakhiri tumpang tindih yang terjadi dengan undang-undang lainnya.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar pemerintah juga memasukan sejumlah aspek kebudayaan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) pada proses pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat yang sedang berlangsung di parlemen.
Rerie juga mengapresiasi sejumlah program Kementerian Kebudayaan yang akan mereka jalankan seperti konservasi situs warisan budaya untuk mendapat pengakuan UNESCO. Kemudian melestarikan seni, bahasa, dan kearifan lokal dengan melibatkan komunitas lokal dalam kegiatan pelestarian. Serta repatriasi benda-benda bersejarah.
“Kita sangat berharap berbagai program pembangunan di sektor kebudayaan dapat direalisasikan sesuai dengan target,” ujarnya.
Karena, menurut Rerie, saat kita membicarakan masyarakat adat tidak hanya soal kepemilikan tanah dan soal agraria, tetapi juga soal sistem nilai dan sistem gagasan.
Kebudayaan, tegas Rerie, merupakan ‘payung’ dari semua yang kita lakukan.
Sehingga, tambah dia, pembangunan sektor kebudayaan sangat penting sebagai fondasi untuk mewujudkan visi berbangsa dan bernegara.