Bandar Lampung (Lampost.co) – Anggota Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Eka Ernawati berharap revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu). mengatur soal perlindungan terhadap perempuan yang menjadi peserta dalam ajang pemilihan umum.
“Perlindungan perempuan ini masih rentan sekali. Dan harapannya ada undang-undang kepemiluan yang mengatur tentang itu,” ucap Eka dalam seminar bertajuk “Dinamika Politik Keamanan Jelang Pilkada dan Bayang-Bayang Jokowi dalam Rezim Prabowo”, Jakarta, Senin, 25 November 2024.
Kemudian dalam salah satu riset Koalisi Perempuan Indonesia di Jawa Barat. Eka mengungkapkan ada perempuan yang menyatakan tidak akan pernah mencalonkan diri lagi. Apalagi untuk menjadi anggota legislatif karena mengalami kekerasan.
Sementara kekerasan yang teralami, kata Eka. Bukan hanya pada saat kampanye, melainkan sudah terjadi pada masa pencalonan. “Itu (kekerasan) dilakukan oleh partainya itu sendiri. Ini tidak hanya Jawa Barat,” ucapnya.
Selanjutnya ia juga mengungkapkan hasil riset KPI di Nusa Tenggara Timur. Terdapat kaum hawa yang menolak untuk terlibat lagi dalam pemilihan umum. Sebab sering terlecehkan, baik secara daring maupun secara langsung.
Kemudian menurut Eka, kejadian-kejadian tersebut luput dari radar pemerintah. Hingga saat ini, perempuan yang menjadi korban kekerasan berbasis gender. Apalagi akibat maju pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah masih menggunakan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan KUHP.
“Kekerasan berbasis gender belum masuk dalam undang-undang kepemiluan,” ucapnya.
Oleh karena itu, ia berharap agar kedepannya terdapat perbaikan berupa aturan perlindungan para peserta pemilihan umum. Baik pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif, hingga pemilihan kepala daerah, dari kekerasan berbasis gender.