Jakarta (Lampost.co)—Perilaku yang fokus pada pola makan sehat merupakan kebiasaan yang baik. Namun jika sudah berlanjut ke tahap ekstrem, bisa memengaruhi kesehatan dan kualitas hidup atau orthorexia.
Berdasarkan laman Hindustan Times, Selasa (10/12), Tanya Khanna, ahli gizi dan pelatih yoga mengatakan individu dengan orthorexia terutama memperhatikan aspek kesehatan dari makanan, bukan penurunan berat badan.
Orthorexia, yang juga disebut sebagai orthorexia nervosa, adalah gangguan makan yang dikaitkan dengan pola makan yang membatasi. Gejalanya meliputi kekhawatiran tentang kualitas makanan, menghindari makan makanan yang orang lain siapkan, takut akan penyakit bawaan makanan, dan tanda-tanda fisik kekurangan gizi.
Orthorexia dapat memengaruhi kesehatan mental dan emosional yang menyebabkan kecemasan atau rasa bersalah yang konstan tentang pilihan makanan dan pikiran obsesif tentang kualitas, persiapan, dan sumber makanan.
Pola dengan menghilangkan seluruh kelompok makanan atau makan terlalu ketat dapat menyebabkan kekurangan nutrisi. Pembatasan yang ekstrem dapat mengakibatkan kelelahan, melemahnya kekebalan tubuh atau ketidakseimbangan hormon.
Khanna juga mengatakan orthorexia juga bisa membuat seseorang menghindari pertemuan atau makan sehingga menciptakan hubungan yang tegang dan perasaan kesepian.
Untuk mencegah orthorexia, perlu ada pemahaman bahwa tidak ada makanan yang secara hakiki baik atau buruk. Bekerja samalah dengan ahli diet/ahli gizi terdaftar atau terapis untuk mengatasi akar penyebab orthorexia.
Dengarkan isyarat lapar dan kenyang dari tubuh serta fokus menikmati makanan tanpa menghakimi. Hindari juga saran diet atau tren makan tertentu yang memicu obsesi.
Selain itu, alihkan perhatian ke kesejahteraan menyeluruh dan kesehatan holistik termasuk kesehatan mental, hubungan, dan kebugaran, bukan hanya pola makan.
Anda juga dapat referensi berita atau artikel terkait kesehatan lainnya dengan membaca di website idikotasemarang.org