Jakarta (Lampost.co)–Proses kelahiran, baik melalui kelahiran pervaginam maupun pesalinan secara caesar (Section-Caesarea) merupakan proses kelahiran yang mulia dan bermakna bagi ibu.
Berbeda dengan persalinan normal, jumlah persalinan section-caesarea (SR) atau caesar terus meningkat di Indonesia hingga mencapai 25,9%. Perbandingannya dari 4 persalinan, 1 caesar dan sebanyak 40,8% DKI Jakarta, dari semua kelahiran. Jumlah ini bakal terus meningkat di dekade mendatang.
Di Indonesia, tingkat persalinan caesar di Indonesia naik dalam 5 tahun terakhir. Prevalensi persalinan dengan metode caesar dalam skala nasional meningkat dari 17,6% menjadi 25,9%
Baca Juga: 1.200 Ibu Hamil dan Menyusui di Lampung dapat Jatah Makan Bergizi Gratis
Persalinan sesar dapat menyebabkan ibu menderita nyeri fisik pasca melahirkan dan mengalami pemulihan pascanatal yang lebih lama dan lebih sulit. Kondisi ini juga dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis ibu.
Karena itu, pascacaesar, kemungkinan akan lebih fokus kepada pemulihan kesehatannya. Kesadaran tentang dampak negatif operasi caesar pada bayi masih sangat rendah.
Faktanya satu dari lima calon ibu yang mengetahui hal ini. Oleh sebab itu, penting untuk memperhatikan perkembangan kesehatan Ibu dan bayi setelah proses kelahiran sehingga keduanya sehat.
“Jika dilakukan sesuai indikasi medis, operasi caesar dapat mencegah mortalitas dan morbiditas ibu dan anak secara efektif. Meskipun demikian, perbedaan dampak kedua kelahiran ini tentu berbeda juga pada anak,” kata dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG dalam acara C-Section Awareness Month Rumah Sakit Brawijaya Group.
Pertama, akan secara alami terpapar bakteri baik pada jalan lahir ibu, seperti Bifidobacteria, Lactobacillus, Prevotella. Bakteri ini merupakan bakteri yang dapat menunjang perkembangan imunitas serta maturitas saluran cerna anak.
Paparan Bakteri
Kedua, kelahiran cesar dapat menyebabkan anak terpapar bakteri buruk (patogen) pada permukaan kulit Ibu seperti dominasi Staphylococcus, Corynebacterium, dan Propionibacterium spp. Paparan bakteri ini berisiko mengganggu keseimbangan bakteri di dalam usus (disbiosis) pada anak dan kesehatan anak di kemudian hari.
“Disbiosis usus, merupakan sebutan untuk ketidakseimbangan jumlah mikrobiota baik dan buruk (patogen) yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi usus dan mengaktifkan sel-sel inflamasi, serta berhubungan dengan berbagai penyakit,” ujar dr. Dinda.
Disbiosis usus ini dapat berisiko meningkatkan risiko penyakit asma sebesar 41%, alergi sebanyak 21%, infeksi pernapasan sebanyak 29%. Tingkat skor kemampuan numerik yang lebih rendah (hingga 10% standar deviasi) di masa pertumbuhannya.
Anda juga dapat referensi berita atau artikel terkait kesehatan lainnya dengan membaca di website idikabbanyumas.org