Kotabumi (Lampost.co) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Utara mengakomodir dan mendengarkan aspirasi petani singkong. Para petani singkong berharap keputusan dari Pj. Gubernur Lampung, Samsudin bisa terimplementasikan sepenuhnya. Khususnya masalah harga Rp 1.400/kg dan rafaksi (15%).
Sebab, sejak penetapan beberapa waktu dan sampai saat ini, tidak pernah terasakan masyarakat. Bahkan, saat ini keadaanya pihak perusahaan tidak menjalankan aktivitas biasanya atau menutup usahanya. Sehingga mengundang pertanyaan dari seluruh komponen masyarakat, khususnya yang bergelut pada perkebunan singkong atau petani singkong,
“Apa yang sudah menjadi keputusan provinsi. Nanti OPD terkait lihat dan edarkan langsung kepada perusahaan – perusahaan,” kata Pj. Bupati Lampung Utara, Aswarodi saat sarasehan bersama perwakilan Persatuan Petani Singkong (PPS) di rumah dinas bupati, Rabu, 22 Januari 2024.
Baca Juga :
Sementara Ketua Persatuan Petani Singkong (PPS) Lampung Utara, Anggi mengungkapkan. Bahwasanya kepastian akan nasib para petani menjadi keputusan bersama tingkat provinsi pada tanggal 13 Januari 2024. “Dengan HET Rp 1.400/kg dan rafaksi 15%. Mulai dari petani, pengusaha dan stakeholder lainnya,” tambahnya.
Namun, menurutnya itu tidak pernah terjadi dilapangan. Bahkan informasi terakhir, perusahaan yang biasa produksi malah tutup. Atau tidak menerima singkong dari petani.
“Apakah ini mau berlarut-larut. Karena sudah turun aksi tapi setelah ada keputusan itu seperti tidak terindahkan. Itulah kegelisahan para petani sekarang,” tegasnya.
Perusahaan Untung
Bahkan dari hasil hitung – hitungan dengan harga saat ini. Pihak perusahaan mengalami keuntungan lebih dari Rp 80 juta/hari. Dengan estimasi, sebanyak 1.000 ton perusahaan berproduksi dengan margin minimal Rp 100/ kg.
“Jadi itu hasil hitungan – hitungan kami. Dengan margin minimal, dan produksi terkecil saja perusahaan itu sudah untung besar. Sementara petani, nasibnya tidak tahu kemana,” timpal perwakilan PPS lainnya, Roni.
Kemudian ia menjelaskan, saat ini yang terdampak paling parah ialah para anak – anak yang bersekolah/pelajar. Sebab, dengan keadaan ekonomi tidak menentu menyebabkan kendala pada pendidikannya.
“Silahkan lihat UMKo. Itu mahasiswanya banyak menunggak. Gara – gara ekonomi keluarga yang sebagian besar anak petani singkong terhambat. Bisa dicek kok, bagaimana sulitnya akses pendidikan bagi generasi penerus bangsa kedepannya,” katanya.
Oleh sebab itu, petani singkong yang tergabung dalam Persatuan Petani Singkong Kabupaten Lampung Utara akan melakukan aksi damai. Setelah sebelumnya beberapa kali melakukan aksi serupa, dengan hasil tidak ada. Pihaknya menuntut pemerintah daerah, untuk menjalankan keputusan provinsi. Dengan harga dasar (HET) Rp 1.400/kg dan rafaksi 15%.