Bandar Lampung (Lampost.co) — Dosen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Ir. Arif Rohman menyebut bencana banjir sebagai bagian dari siklus hidrologi. Ketika curah hujan tinggi, air yang turun akan mencari jalannya sendiri, terutama ke daerah yang secara alami merupakan dataran banjir.
“Namun, urbanisasi yang pesat membuat air kehilangan tempat resapannya. Sehingga aliran permukaan meningkat drastis dan menyebabkan genangan,” katanya, Rabu, 12 Februari 2024.
Kemudian salah satu yang bisa terlaksanakan pemerintah adalah dengan menggunakan strategi Disaster Risk Reduction (DDR) atau pendekatan pengurangan risiko bencana. Strategi DRR dapat terterapkan melalui berbagai upaya mitigasi. Seperti peningkatan kapasitas drainase, penerapan konsep kota spons (sponge city), dan optimalisasi lahan hijau sebagai daerah resapan.
“Sayangnya, banyak kota masih mengandalkan solusi jangka pendek, seperti pompa air dan peninggian tanggul. Padahal sebenarnya hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan akar permasalahan,” katanya.
Selanjutnya salah satu konsep pengambilan keputusan untuk identifikasi wilayah yang dapat tergunakan adalah multi criteria decision making (MCDM). Melalui analisis spasial. MCDM sering tergunakan untuk menilai risiko banjir, menganalisis dampak penggunaan lahan, dan menentukan alokasi lahan.
“LEx-GM (Land Use Examination Global Model) adalah model yang kami kembangkan untuk menganalisis dampak penggunaan lahan dan menentukan alokasi lahan,” jelasnya.
Memetakan Pola
Kemudian ia menjelaskan, model ini berfungsi untuk memetakan pola perubahan tata guna lahan. Memprediksi dampaknya terhadap hidrologi. Serta mengidentifikasi area mana yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan risiko banjir.
Lalu dengan model pengambilan keputusan dapat lebih berbasis bukti atau evidence-based decision making. Pemerintah dapat menentukan zona-zona yang perlu terlindungi, menetapkan kebijakan tata ruang yang lebih adaptif. Serta mengembangkan strategi mitigasi yang lebih efektif.
“Selain itu, model ini juga bisa tergunakan untuk mendukung konsep Nature-Based Solutions (NBS). Yaitu pendekatan mitigasi banjir yang memanfaatkan ekosistem alami seperti pembuatan ruang hijau perkotaan sebagai solusi berkelanjutan,” kata Wakil Rektor II Itera itu.
Lalu ia menambahkan, teknologi saat ini memungkinkan penerapan model banjir secara lebih akurat. Dengan pesawat nir awak atau drone, mendapatkan menghasilkan model topografi yang sangat detail. Selain itu, smartphone yang kita miliki juga dapat tergunakan untuk menerima informasi secara real-time, menampilkan zona rawan banjir. Serta berfungsi sebagai alat bantu evakuasi.