Bandara Lampung (Lampost.co) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Lampung menilai. Sektor perhotelan sangat terdampak dalam kebijakan efisiensi anggaran oleh Pemerintah Pusat.
Sekretaris PHRI Provinsi Lampung, Friandi Indrawan memprediksi kebijakan efisiensi anggaran tersebut berdampak signifikan. Terlebih pada bisnis hotel wilayah Lampung. Apalagi selama ini sangat bergantung pada belanja pemerintah untuk kegiatan resmi.
“Sekitar 40 sampai 50 persen. Pangsa pasar hotel Lampung berasal dari belanja pemerintah. Dengan kebijakan penghematan tersebut, perkiraannya hotel-hotel akan kehilangan pendapatan,” katanya, Senin, 17 Februari 2025.
Selain itu menurutnya. Kondisi tersebut dapat membuat sekitar 40 hingga 50 persen industri perhotelan Lampung terancam kolaps.
“Efisiensi anggaran ini dampaknya sangat besar bagi keberlangsungan hotel dan restoran Indonesia, khususnya Lampung. Karena memang pemerintahan merupakan penyumbang pemasukan kami (hotel) juga,” katanya.
Kehilangan Pendapatan
Kemudian menurutnya, banyak hotel yang mengandalkan kegiatan pemerintahan seperti rapat, seminar, dan pelatihan. Saat ini kehilangan sumber pendapatan utama mereka.
“Dari pengurangan revenue tersebut, pastinya akan mengganggu cash flow sebuah hotel. Hotel akan lakukan penghematan, seperti pengurangan jumlah karyawan. Ini akan berdampak kemana-mana,” ujarnya.
Selanjutnya ia mengatakan, dampak dari kondisi perhotelan yang memprihatinkan. Berimbas pada peningkatan angka pengangguran Lampung. Karena tidak kesanggupannya hotel untuk memiliki karyawan yang banyak.
“Kalau sudah efisiensi anggaran pasti pemasukan di perhotelan berkurang. Jadi pemecatan kemungkinan terjadi dan otomatis angka pengangguran. Khususnya Lampung ikut terdampak,” katanya.
Lalu ia berharap, pemerintah bisa membahas kebiasaan tersebut lebih spesifik lagi. Dan memikirkan nasib dunia usaha dalam hal ini perhotelan. “Kami telah membahas hal ini dalam Musyawarah Nasional (Munas) PHRI. Kami meminta Ketua Umum PHRI untuk bertemu dengan Presiden. Dan mempertimbangkan kembali kebijakan ini,” katanya.