Denpasar (Lampost.co)–Hasil autopsi pendaki asal Brasil, Juliana Marins, menunjukkan bahwa ia meninggal 20 menit setelah jatuh di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Juliana meninggal dunia karena mengalami benturan keras bukan karena hipotermia.
Info Penting:
- Julian Marins meninggal 20 menit usai jatuh di Rinjani.
- Bukan terken hiportemia, tapi luka memas akibat benturan.
- Luka di bagian punggung serta anggota gerak atas dan bawah. Luka juga ada di bagian kepala.
Dokter Spesialis Forensik Rumah Sakit Bali Mandara Ida Bagus Putu Alit mengatakan Juliana mengalami luka paling parah di dada akibat benda tumpul.
“Jadi kalau kita lihat yang paling terparah itu adalah yang berhubungan dengan pernapasan. Yaitu ada luka-luka terutama di dada bagian belakang. Itu yang merusak organ-organ di dalamnya,” katanya dalam konferensi pers, Jumat petang, 27 Juni 2025.
Baca Juga: Jenazah Juliana Marins Tiba di Denpasar, Proses Autopsi Segera Dilakukan
Alit mengatakan Juliana mengalami luka lecet geser di sekujur tubuh akibat jatuh. Terutama di bagian punggung serta anggota gerak atas dan bawah. Luka juga ada di bagian kepala.
“Jadi kalau kita perkirakan paling lama 20 menit. Tidak ada bukti yang kita dapatkan bahwa korban ini meninggal dalam waktu yang lama dari lukanya,” ujarnya.
Bukan Hipotermia
Berdasarkan pemeriksaan, kata Alit, tidak ada tanda-tanda Juliana tewas karena terserang hipotermia.
“Tanda-tanda adanya hipotermia tidak ditemukan, yakni luka pada ujung-ujung jari. Jadi lukanya berwarna hitam, ini tidak ada luka. Berarti bisa kita katakan bahwa tidak ada hipotermia,” ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa Juliana tidak meninggal karena kekurangan makanan atau minuman pascajatuh.
“Kalau kita lihat penyebabnya yang langsung itu pasti kekerasan. Jadi kita juga melihat adanya pendarahan yang jumlahnya sudah begitu besar dalam rongga tubuhnya. Jadi yang menyebabkan langsung itu adalah kekerasannya, benturannya,” ujarnya.
Juliana tewas setelah terjatuh di Gunung Rinjani kala mendaki dengan sejumlah rekannya pada Sabtu, 21 Juni 2025. Tim SAR gabungan menemukan korban pada Senin, dan mengevakuasi pada Selasa 24 Juni 2025.
Peristiwa ini menarik perhatian publik terutama netizen Brasil karena proses evakuasi yang cukup lama. Warganet Brasil mengkritik lambannya pihak berwenang Indonesia yang tidak bisa menyelamatkan Juliana hidup-hidup.