Jakarta (Lampost.co)–Aktivitas tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan publik setelah Kementerian Lingkungan Hidup menemukan sejumlah indikasi kerusakan lingkungan. Terutama di empat pulau kecil yang menjadi lokasi pertambangan. Salah satu temuan paling serius terjadi di Pulau Manuran, yang pengelolaannya oleh PT ASP (Anugerah Sumber Pertama).
Meskipun banyak pihak yang menyebut bahwa penambangan tak menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan, kenyataannya berbeda dengan hasil jepretan di google maps. Google Maps punya bukti kerusakan Raja Ampat akibat pertambangan nikel.
Google Maps menjepret pulau-pulau yang rusak ini dan hasilnya mengerikan. Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH). PT Anugerah Surya Pratama (ASP), perusahaan Penanaman Modal Asing asal China, menambang di Pulau Manuran, Raja Ampat seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.
Baca Juga: Tambang Nikel Ancam Raja Ampat, Simbol Pariwisata Dunia dalam Bahaya
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkap bahwa kolam pengendapan (settling pond) di Pulau Manuran sempat jebol, menyebabkan pencemaran air laut dan meningkatnya kekeruhan di sekitar bibir pantai.
“Kalau ini dilakukan eksploitasi, pemulihannya tidaklah mudah karena tidak ada lagi bahan untuk memulihkan. Ini menjadi perhatian kami untuk meninjau ulang dokumen lingkungan,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu, 8 Juni 2025.
KLHK mencatat bahwa persetujuan lingkungan untuk PT ASP diterbitkan Bupati Raja Ampat melalui SK No. 75B Tahun 2006. Namun hingga kini, kementerian LH belum menerima dokumen tersebut, dan pihak kementerian akan review menyeluruh.
“Persetujuan ini belum berada di kami. Kami akan minta agar diserahkan untuk evaluasi ulang,” tegas Hanif.
PT ASP dinilai belum memiliki sistem manajemen lingkungan yang memadai. Hanif menyebut, penanganan lingkungan oleh PT ASP perlu peningkatan agar bisa menekan dampak ekologis.
“Manajemen lingkungan belum ada, sehingga kondisi ekologinya sangat memprihatinkan,” ujar Hanif.
4 Perusahaan Tambang dan Potensi Kerusakan
Kementerian LH melakukan pemantauan pada 26–31 Mei 2025 terhadap empat perusahaan yang beroperasi di pulau-pulau kecil Raja Ampat:
-
PT GN (Pulau Gag): Pengelolaan dinilai sesuai kaidah lingkungan, luas tambang mencapai 187,87 hektare.
-
PT ASP (Pulau Manuran): Terdapat kerusakan lingkungan dan kolam pengendapan jebol.
-
PT KSM (Pulau Kawei): Didapati aktivitas tambang di luar izin PPKH seluas 5 hektare.
-
PT MRP (Pulau Manyaifun dan Batang Pele): Baru pada tahap eksplorasi dan telah dihentikan sementara oleh KLHK.
Perlindungan Ekosistem Koral Jadi Prioritas
Hanif menekankan pentingnya menjaga ekosistem terumbu karang (koral) yang mengelilingi pulau-pulau kecil di Raja Ampat. Sedimentasi akibat pertambangan berpotensi menutupi koral, yang menjadi habitat penting bagi kehidupan laut.
“Koral adalah habitat yang vital, kita harus benar-benar menjaganya. Ini menjadi alasan utama kami melakukan peninjauan ulang terhadap persetujuan lingkungan tambang,” jelas Hanif.
Menutup konferensi, Hanif menyatakan bahwa KLH akan meninjau kembali semua izin lingkungan untuk pertambangan di wilayah Raja Ampat, terutama di pulau-pulau kecil yang rentan.
“Jika teknologi pemulihan tidak tersedia dan potensi kerusakan tidak bisa terkendali, kami akan mempertimbangkan mencabut. Atau tidak melanjutkan persetujuan lingkungan,” ujarnya.