Bandar Lampung (Lampost.co) — Wilayah Kota Bandar Lampung sudah mengalami mengalami banjir besar untuk kedua kalinya pada 2025. Hal tersebut menunjukkan terdapat permasalahan tata kota yang kompleks.
Penelitian Pusat Studi Kota dan Daerah (PSKD), Erina Noviani berpendapat untuk banjir wilayah perkotaan. Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan kualitas sistem drainase. Dengan perbaikan saluran air, pembersihan berkala dari sedimentasi dan sampah. Serta penerapan teknologi drainase berkelanjutan seperti sumur resapan dan kolam retensi.
Kemudian pemerintah harus melakukan pengendalian alih fungsi lahan dan peningkatan ruang terbuka hijau (RTH) harus menjadi fokus utama dalam perencanaan tata kota. Regulasi yang lebih ketat mengenai pembangunan pada daerah rawan banjir juga perlu. Hal itu untuk memastikan keseimbangan antara pembangunan dan daya dukung lingkungan.
“Pemerintah harus mampu menyiapkan ruang dialog dan kolaborasi yang melibatkan para peneliti, akademisi, serta masyarakat. Terlebih dalam mencari solusi terbaik untuk permasalahan banjir, baik wilayah pesisir maupun perkotaan,” katanya, Senin, 24 Februari 2025.
Selanjutnya dengan pendekatan berbasis partisipasi, menurutnya kebijakan yang diambil akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Pemerintah harus memperkuat koordinasi dengan masyarakat dalam pengelolaan sampah dan pola adaptasi terhadap risiko banjir. Misalnya dengan program edukasi dan sosialisasi mitigasi bencana.
“Besar harapan masyarakat terhadap pemerintah agar lebih terbuka dan aktif melibatkan peneliti serta masyarakat. Dalam proses perencanaan dan implementasi solusi banjir,” katanya.
Sinergisitas
Kemudian dengan adanya transparansi dan sinergi antara pemerintah, akademisi, serta masyarakat, kebijakan yang terhasilkan tidak hanya berbasis pada kajian ilmiah. Tetapi juga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial pada lapangan. Hal ini akan memastikan bahwa langkah-langkah mitigasi yang terterapkan benar-benar efektif dan berkelanjutan. Sehingga permasalahan banjir dapat tertangani secara menyeluruh dan jangka panjang.
Lalu ia menjelaskan banjir yang terjadi pada wilayah perkotaan Bandar Lampung karena kombinasi antara curah hujan tinggi, alih fungsi lahan, dan sistem drainase yang kurang optimal. Secara alami, ketika hujan turun, sebagian air akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sementara sisanya mengalir pada permukaan (runoff).
“Namun, akibat urbanisasi yang pesat, banyak lahan terbuka yang berubah menjadi permukiman, kawasan komersial, dan infrastruktur jalan. Itu sebagian besar tertutup beton dan aspal,” jelasnya.
Akibatnya, daya serap tanah terhadap air hujan menjadi sangat berkurang. Sehingga volume runoff meningkat secara drastis dan langsung mengalir ke saluran drainase. Ketika kapasitas drainase tidak mampu menampung aliran air yang besar, maka terjadi genangan dan banjir pada berbagai titik kota.
“Banyak drainase yang tidak terintegrasi dengan baik. Sehingga aliran air tidak lancar dan menyebabkan genangan lebih lama,” tambahnya.