Bandar Lampung (Lampost.co) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat serta pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan. Apalagi terhadap potensi cuaca ekstrem dalam sepekan ke depan.
Sementara keberadaan Bibit Siklon Tropis 91S pada Samudra Hindia sebelah selatan Jawa Barat, yang terpadukan dengan aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO). Aktivitas ini berpotensi menyebabkan peningkatan curah hujan dan gelombang tinggi pada sejumlah wilayah Indonesia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa berdasarkan analisis per 17 Maret 2025 pukul 07.00 WIB. Bibit Siklon Tropis 91S memiliki kecepatan angin maksimum 15 knots (28 km/jam) dan tekanan udara minimum 1010 hPa. Sistem ini bergerak ke arah barat – barat daya menjauhi wilayah Indonesia. Dengan potensi berkembang menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan pada kategori rendah.
“Meskipun demikian, dampaknya tetap terasakan pada beberapa wilayah. Terutama Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, yang berpotensi mengalami hujan sedang hingga lebat,” katanya dalam siaran resminya, Senin, 17 Maret 2025.
Gelombang Tinggi
Selain itu, gelombang tinggi dengan ketinggian 1,25 – 2,5 meter terprediksi terjadi pada Selat Sunda bagian selatan Lampung, Perairan selatan Bali hingga Sumba, dan Selat Lombok. Sedangkan perairan barat Bengkulu hingga Lampung, Selat Sunda bagian barat Pandeglang, Perairan selatan Banten hingga Jawa Timur, Samudra Hindia barat Kepulauan Mentawai hingga Lampung. dan Samudra Hindia selatan Banten hingga Nusa Tenggara Barat berpotensi mengalami gelombang tinggi mencapai 2,5 – 4 meter.
Kemudian Dwikorita menegaskan bahwa meskipun bibit siklon ini tidak masuk ke wilayah Indonesia, namun dampaknya tetap signifikan. Maka dari itu, BMKG mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap potensi hujan lebat, angin kencang, banjir, tanah longsor, serta pohon tumbang. Masyarakat yang tinggal daerah rawan bencana diharapkan dapat mengambil langkah antisipatif guna mengurangi risiko yang mungkin timbul. Selain itu, aktivitas wilayah perairan juga perlu terbatasi mengingat potensi gelombang tinggi yang dapat membahayakan pelayaran.
“Kepada pemerintah daerah. Kami harap peringatan dini ini bisa direspons dan diperhatikan, serta segera melakukan langkah antisipatif. Koordinasi dengan instansi terkait, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sangat penting untuk memastikan upaya mitigasi berjalan efektif dan respons cepat dapat dilakukan jika terjadi bencana,” tuturnya.
Ada Tiga Fase
Sementara itu, Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menambahkan bahwa selain pengaruh Bibit Siklon Tropis 91S. aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO) yang saat ini berada pada fase 2 Samudra Hindia bagian barat perkiraannya akan bergerak ke fase 3 dalam sepekan ke depan.
Kemudian fenomena cuaca ekstrem ini berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan awan hujan wilayah Indonesia bagian barat hingga tengah. Kombinasi antara pengaruh tidak langsung Bibit Siklon 91S dan aktivitas MJO dapat meningkatkan potensi cuaca ekstrem. Terutama wilayah Sumatera bagian selatan dan Jawa, yang saat ini mengalami perlambatan dan pertemuan angin yang konsisten.
Selanjutnya Andri mengatakan, BMKG juga meminta pemerintah daerah untuk mengambil langkah antisipatif guna menghadapi potensi bencana hidrometeorologi. Pemerintah daerah wilayah yang berisiko tinggi terhadap banjir, tanah longsor, dan angin kencang. Harapannya segera melakukan mitigasi dengan memastikan kesiapsiagaan sarana dan prasarana darurat, melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Serta menyiapkan langkah-langkah evakuasi jika diperlukan.
Kemudian berdasarkan analisis BMKG, dalam periode 18 – 20 Maret 2025. Hujan lebat berpotensi terjadi pada Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat. Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Sementara Kepulauan Riau berpotensi mengalami hujan sangat lebat. Selanjutnya, dalam periode 21 – 24 Maret 2025. hujan lebat perkiraannya akan terjadi pada Aceh, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.