Jakarta (Lampost.co) — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebagian besar anak muda Indonesia sering mengambil utang melalui layanan buy now pay later (BNPL) atau paylater.
Mayoritas dana tersebut hanya untuk keperluan gaya hidup. Tren itu menunjukkan generasi muda kerap terjebak dalam perilaku konsumtif dari fenomena, seperti FOMO (Fear of Missing Out) dan YOLO (You Only Live Once).
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PEPK), Friderica Widyasari Dewi, mengatakan perilaku utang melalui paylater di kalangan anak muda harus menjadi perhatian serius bagi regulator di seluruh dunia.
Dia menyoroti berbahayanya tren FOMO, YOLO, hingga doom spending, sebagai perilaku belanja impulsif seolah-olah besok dunia akan berakhir.
“Anak muda saat ini takut ketinggalan zaman, makanya mereka ikut-ikutan tren. Ada juga yang mengadopsi pola pikir YOLO dengan mereka belanja seolah tidak ada hari esok. Parahnya menggunakan uang dari utang, bukan dari penghasilan sendiri,” ujar dia, dalam tayangan YouTube OJK.
Dia mengingatkan tren memberikan rewards instan atau penghargaan kepada diri sendiri setelah belanja dapat memperparah perilaku boros tersebut. Hal itu berbahaya terutama bagi generasi muda yang belum memiliki penghasilan tetap sehingga cenderung lebih rentan untuk berutang.
Generasi Z menjadi kelompok yang paling banyak memanfaatkan layanan paylater. Berdasarkan data OJK, pengguna paylater terbanyak berada di rentang usia 26-35 tahun mencapai 43,9%. Sementara itu, 26,5% pengguna berasal dari usia 18-25 tahun.
Lalu kelompok usia 36-45 tahun 21,3%. Pengguna berusia 46-55 tahun tercatat 7,3% dan hanya 1,1% pengguna berusia di atas 55 tahun.
Kebanyakan pengguna paylater menggunakannya untuk kebutuhan gaya hidup dengan belanja fesyen menempati posisi teratas dengan persentase 66,4%.
Selain itu, barang-barang seperti perlengkapan rumah tangga menyumbang 52,2%. Lalu elektronik 41% dan laptop atau ponsel 34,5%. Sementara itu, perawatan tubuh menyumbang 32,9% dari total penggunaan paylater.
Dia menambahkan kemudahan teknologi, seperti kehadiran pinjaman online (pinjol) dan layanan paylater, memudahkan generasi muda untuk mendapatkan pinjaman. Namun, penggunaannya untuk membeli barang-barang yang tidak produktif.
Berdampak Negatif
Hal itu harus menjadi perhatian lebih karena bisa berdampak negatif pada stabilitas keuangan pribadi di masa depan.
“Adanya pinjol dan paylater yang sangat mudah anak muda akses dengan cepat bisa mendapatkan pinjaman untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak memberikan nilai tambah secara produktif,” ujarnya.