Jakarta (Bandar Lampung)– Aksi boikot produk pro-Israel terus berdampak, salah satunya terhadap Pizza Hut Indonesia.
Hal itu berdasarkan pengumuman PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) sebagai pemegang lisensi waralaba fast food yang menutup 20 gerai dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 371 karyawan hingga September 2024. Langkah itu seiring kerugian bersih yang mencapai Rp96,71 miliar pada kuartal III 2024.
Direktur Operasional PT Sarimelati Kencana Tbk, Boy Ardhitya Lukito, mengatakan kontraksi bisnis perusahaan itu karena penurunan daya beli masyarakat dampak melemahnya perekonomian domestik.
“Aksi boikot produk pro-Israel sebagai respons atas konflik geopolitik antara Israel dan Palestina, yang menggema di media sosial. Hal itu memengaruhi preferensi konsumen, termasuk di Indonesia,” kata Lukito, dalam laporan Public Expose 2024.
Boikot terhadap produk yang berafiliasi dengan Zionis meluas membuat pendapatan Pizza Hut anjlok. Penjualan kuartal III 2024 hanya mencapai Rp2,03 triliun, turun signifikan daripada periode yang sama tahun lalu hingga Rp2,75 triliun.
Penurunan terbesar terjadi pada kategori makanan dari Rp2,5 triliun pada 2023 menjadi Rp1,9 triliun pada 2024, sedangkan minuman dari Rp197 miliar pada 2023 menjadi Rp132 miliar di 2024. Kerugian itu lebih besar daripada rugi bersih di kuartal III 2023 yang tercatat Rp38,95 miliar.
Untuk mengatasi tekanan finansial, Pizza Hut Indonesia sebelumnya mencoba menerapkan strategi dengan pembaruan citra restoran. Termasuk memperkenalkan konsep baru, seperti “Ristorante” pada 30 gerai. Desain interior dan eksterior juga agar lebih menarik dan relevan dengan pasar.
Namun, langkah itu tidak cukup untuk menekan lonjakan kerugian. Akibatnya, perusahaan memutuskan untuk menutup gerai-gerai yang tidak lagi memberikan kontribusi optimal. Sehingga, ratusan karyawan terkena imbas guna efisiensi operasional.
Selain Pizza Hut, dua raksasa waralaba ayam goreng cepat saji, yaitu KFC dan McDonald’s, juga melaporkan penurunan kinerja. KFC Indonesia mencatatkan kerugian hingga 6.173,9 persen, jauh lebih tinggi daripada kerugian Rp5,56 miliar pada tahun sebelumnya.
Sementara, McDonald’s tidak mengungkapkan angka kerugian secara spesifik. Namun, CEO McDonald’s, Chris Kempczinski, mengakui konflik geopolitik memengaruhi pendapatan perusahaan secara global.