Bandar Lampung (Lampost.co) — Ramai di media sosial produk dengan merel Tuak, Beer, Wine, dan Tuyul memiliki label halal. Terkait hal itu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memastikan kandungan dalam produk-produk tersebut halal.
Dalam rilisnya, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menyampaikan, kontroversi pada merek tersebut hanya masalah nama. Masyarakat tidak perlu ragu produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya.
“Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari komisi fatwa MUI atau komite fatwa produk halal sesuai mekanisme yang berlaku,” ungkapnya Rabu, 2 September 2024.
Ia menjelaskan, penamaan produk halal sudah diatur melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal. Selain itu di atur juga dalam fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang tidak dapat tersertifikasi halal.
Peraturan tersebut menegaskan pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal. Terhadap produk dengan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam. Atau bertentangan dengan etika dan kepatutan yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
Namun, lanjutnya, pada kenyataannya masih ada nama-nama produk tersebut mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapan halalnya di keluarkan oleh komisi fatwa MUI maupun komite fatwa produk halal.
“Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Ini terbukti dengan data kami di Sihalal,” ujarnya dalam siaran pers.
Salamet Burhanudin memberikan contoh salah satu merek Wine yang sedang ramai di perbincangkan. Merek itu memiliki sertifikat halal yang terbit berdasarkan ketetapan halal dari komisi fatwa MUI.
Berjumlah 61 produk, dan 53 produk sertifikat halalnya terbit berdasarkan penetapan halal dari komite Fatwa.
“Perlu kami sampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI. Adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH, dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain,” jelas Mamat.
Proses Sertifikasi Halal
Data tersebut mencerminkan fakta adanya perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. Perbedaan itupun sebatas soal memperbolehkan atau tidaknya penggunaan nama-nama itu saja. Tidak terkait dengan aspek kehalalan zat dan prosesnya yang memang telah memastikan halal.
Kondisi ini, menurut Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, Dzikro, masih dalam ruang lingkup proses penyelenggaraan layanan sertifikasi halal yang berdasarkan perintah Undang-undang pelaksanaannya dilakukan oleh ekosistem layanan yang luas dan melibatkan banyak aktor.
“Untuk itu, BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi dan menyamakan persepsi, agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk. Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya,” tegas Dzikro.
BPJPH juga mengimbau dan mengingatkan kembali seluruh pihak tentang kewajiban sertifikasi halal tahap pertama yang akan berlaku setelah 17 Oktober 2024, khususnya untuk produk makanan dan minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.
“Alangkah baiknya, saat ini energi seluruh stakeholder Jaminan Produk Halal bersama masyarakat dan pelaku usaha menggunakan untuk menyukseskan kewajiban sertifikat halal yang sudah semakin dekat,” pungkasnya