dar Lampung (Lampost.co)–Perubahan iklim bakal memengaruhi produksi kopi di Indonesia. Beberapa masalah saling terkait dan berkontribusi terhadap penurunan produksi kopi di Indonesia, termasuk perubahan pola cuaca dan iklim. Ini mengakibatkan hasil panen rendah dan kualitas buruk.
Faktor penurunan produksi juga akibat praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, kurangnya akses terhadap modal, serta pembagian risiko tidak merata dalam rantai pasokan. Hal ini menempatkan petani pada posisi rentan untuk menanggung sebagian besar risiko.
Faktor lainnya peran perempuan dalam produksi kopi tidak optimal. Karena kurangnya akses terhadap input dan sumber daya, pendapatan, dan pengambilan keputusan, sehingga peran tersebut tidak optimal.
Baca Juga: Tingkatkan Budi Daya dan Produksi kopi, Tiap Kecamatan akan Miliki Demplot
RVO adalah lembaga pemerintah yang merupakan bagian dari Kementerian Urusan Ekonomi Belanda. Melalui pendanaan dari Kementerian Luar Negeri Belanda, RVO mendukung pengusaha, LSM, lembaga pengetahuan, pembuat kebijakan dan organisasi.
RVO telah memberikan subsidi untuk proyek RESOLVE: Mengatasi Deforestasi dan Mata Pencaharian melalui Proyek Rantai Pasokan Kopi yang Inklusif.
Proyek ini merupakan kemitraan antara Rainforest Alliance (sebagai pihak utama) dan Koninklijke Douwe Egberts BV (JDE Peets), ECOM Agroindustrial Corp, PT Asia Makmur, dan PT Indo Cafco.
Peningkatan Produksi
Proyek ini terlaksana di dua kabupaten di Sumatera: Kabupaten Aceh Tengah (kopi Arabika) dan Kabupaten Tanggamus (kopi Robusta). Kegiatan ini mendapat dukungan Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Tanggamus.
Proyek RESOLVE menggunakan pendekatan multifaset untuk mengurangi dan mengatasi risiko tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam rantai nilai. Proyek ini terlaksana di 3 kecamatan di Kabupaten Tanggamus, bekerja sama dengan para petani kopi di kawasan hutan dan desa.
Empat kegiatan utama Mengatasi Resiko
Manajemen Kolaboratif. Proses administrasi yang efektif, perjanjian manajemen, dan kegiatan penyiapan proyek menjadi dasar untuk koordinasi yang efektif. Tidak hanya secara internal tetapi juga dengan para pemangku kepentingan yang relevan seperti pemerintah (Dinas Kehutanan Provinsi, Pemda Kabupaten Tanggamus), organisasi masyarakat sipil (Gapoktanhut Lestari Sejahtera, KSU Srikandi), dan Lembaga Penelitian.
Komunikasi dan kolaborasi rutin dengan para mitra dan pemangku kepentingan untuk memastikan adanya pendekatan yang terpadu.
Atasi Deforestasi. Pengumpulan geodata dengan mengumpulkan titik-titik GPS dari 3.000 petani untuk mempercepat izin Perhutanan Sosial dan persetujuan STDB. Serta memastikan kepatuhan terhadap persyaratan Indonesia dan EUDR. Pemantauan hutan melalui kolaborasi dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan dan petani Perhutanan Sosial untuk melacak tren deforestasi, terutama di area pergerakan kopi, dan mencegah perambahan lebih lanjut. Menyelesaikan masalah hukum yang terkait dengan pemukiman petani kopi di dalam kawasan hutan dan mempercepat persetujuan perhutanan sosial.
Tingkatkan Mata Pencaharian. Penanaman kembali 25.000 tanaman kopi, kegiatan peremajaan dan pelatihan GAP untuk meningkatkan produksi kopi di 1.000 kebun kopi. Reboisasi dan penanaman 10.000 pohon, serta memulai pemantauan karbon untuk berkontribusi pada peningkatan pendapatan dan penggunaan sumber daya alam berkelanjutan. Memberikan pelatihan khusus gender kepada 250 perempuan dan pemuda, dengan fokus pada diversifikasi pendapatan, usaha mikro, dan pengembangan kebun pangan keluarga.
Mekanisme Uji Tuntas. Menetapkan kebijakan mengenai deforestasi dan mengintegrasikannya ke dalam proses perusahaan. Mengidentifikasi, menilai, dan memprioritaskan risiko deforestasi dalam rantai pasokan. Merancang dan menerapkan strategi untuk menanggapi deforestasi, termasuk rencana manajemen risiko. Memverifikasi uji kelayakan rantai pasokan melalui pemantauan, investigasi lapangan, dan konsultasi. Membuat laporan tahunan dan laporan keberlanjutan untuk mengkomunikasikan dampak perusahaan terhadap hutan.
Kolaborasi Semua Pihak
Rainforest Alliance (RA) adalah organisasi nirlaba internasional yang bekerja memulihkan keseimbangan antara manusia dan alam. Ini agar keduanya dapat berkembang secara harmonis. Aktif di hampir 60 negara, RA berusaha menyatukan komunitas pertanian dan hutan, perusahaan, pemerintah, masyarakat sipil, dan jutaan individu. Tujuannya untuk mendorong perubahan positif di beberapa lanskap sangat penting di dunia dan rantai pasokan global.
RA akan menjadi pemimpin proyek dan bertanggung jawab atas manajemen dan koordinasi proyek, serta pengumpulan dan analisis data untuk tujuan pemantauan dan penyusunan laporan proyek.
Asia Makmur adalah perusahaan pengekspor Indonesia yang berbasis di Lampung, Indonesia, yang mengkhususkan diri dalam mengekspor, memproses, dan memperdagangkan biji kopi hijau.
Asia Makmur adalah perusahaan lokal terbesar yang secara aktif memasok ke perusahaan multinasional seperti JDE, Sucden, dan Sopex. Dan membeli dari perusahaan kopi menengah lokal di Lampung Barat, Tanggamus, dan daerah penghasil kopi lainnya di Sumatera Selatan.
Asia Makmur memulai perjalanan menuju keberlanjutan dengan bergabung dalam verifikasi 4C. Asia Makmur memproses dan memperdagangkan biji kopi Robusta dengan volume produksi lebih dari 50.000 ton per tahun.
JDE Peet’s adalah perusahaan kopi dan teh murni terkemuka di dunia, yang menyajikan sekitar 4.100 cangkir kopi atau teh per detik. JDE Peet’s menghadirkan berbagai jenis kopi dan teh di lebih dari 100 pasar, dengan portofolio lebih dari 50 merek. Termasuk L’OR, Peet’s, Jacobs, Senseo, Tassimo, Douwe Egberts, OldTown, Super, Pickwick, dan Moccona. Pada tahun 2023, JDE Peet’s menghasilkan total penjualan sebesar EUR 8,2 miliar dan mempekerjakan lebih dari 21.000 karyawan.
Dalam proyek RESOLVE, pelaksana kegiatan berkoordinasi dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten. Tantangan dari pasar seperti EUDR, pestisida terlarang harus terjawab oleh semua pihak.
Wahyudi, Kepala Bidang IV Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, menyebut kopi adalah salah satu jenis tanaman yang banyak termanfaatkan dalam perhutanan sosial di Lampung. Dalam budi daya agroforestri kopi menduduki strata tajuk bagian tengah, pada bagian tajuk atas dapat dikembangkan tanaman-tanaman multi-purpose tree species (jenis-jenis multi guna) seperti buah-buahan yang juga berfungsi sebagai penaung. Sementara tajuk bawah bisa ditanami dengan cover crop berupa rumput-rumputan dan tanaman semusim.
Baca Juga: Mengenal Kopi Lampung, Sejarah hingga Keistimewaannya
Dengan pola tanam demikian pendapatan petani hutan diharapkan tidak akan terjadi stagnasi (paceklik) karena masa panen masing-masing strata tajuk berbeda-beda. Pengembangan kopi dengan pola budi daya agroforestri akan memberikan manfaat lebih kepada Petani perhutanan sosial dan secara legal, lahannya terjamin dengan adanya persetujuan daari Menteri LHK untuk kurun waktu 35 tahun, kata Wahyudi.
Oleh karenanya persetujuan perhutanan sosial arahnya untuk multi usaha kehutanan, dalam satu legalitas bisa mencakup untuk seluruh manfaat di areal kerjanya.
Berkenaan dengan beragam manfaat yang bisa diperoleh oleh pemegang persetujuan perhutanan sosial perlu peran para pihak untuk membantu pendampingan agar manfaatnya berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan pemegang perhutanan sosial. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di luar kehutanan, Perguruan Tinggi, Pelaku Usaha (Swasta), Media Massa dan Civil Society (LSM) dapat memberikan kontribusi dalam kolaborasi pentahelix untuk mewujudkan tujuan dari Perhutanan Sosial.
Kolaborasi tersebut akan terasa lebih nyata pada saat dikembangkan dalam bentuk IAD (Integrated Area Development) berbasis perhutanan sosial.
Pj Bupati Tanggamus, Mulyadi Irsan menyebut petani perlu melakukan perbaikan dari sisi budidayanya. Pemerintah perlu memberikan dukungan sarana prasarana dan dukungan sumber daya lainnya tidak hanya bagi petani namun juga dunia usaha, dan eksportir seperti Asia Makmur.