Jakarta (Lampost.co) — Industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan berat dalam beberapa tahun terakhir dan akan berlanjut pada 2025. Salah satu penyebab utamanya adalah melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah yang selama ini menjadi kelompok mayoritas pembeli kendaraan bermotor.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Purwadi, menyatakan daya beli kelas menengah sebagai first buyer kendaraan bermotor. Namun, kondisi keuangan kelompok tersebut kini sedang tertekan.
“Berdasarkan kondisi saat ini, secara umum sektor otomotif akan tetap menghadapi tekanan berat. Daya beli kelas menengah yang menjadi tulang punggung konsumsi sedang menurun,” ujar Agus.
Data penjualan mobil nasional sepanjang Januari hingga November 2024, tercatat total penjualan hanya mencapai 784.788 unit. Angka itu menurun hingga 135.730 unit daripada periode yang sama pada 2023.
Penurunan itu mencerminkan dampak nyata dari melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah yang selama ini berkontribusi signifikan terhadap sektor otomotif. Hal itu sekaligus menjadi indikator pertumbuhan ekonomi nasional belum sepenuhnya mampu mengangkat daya beli kelompok itu.
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2024 mencapai 5,03 persen secara tahunan (c-to-c), penurunan penjualan kendaraan bermotor menunjukkan kelas menengah masih kesulitan beradaptasi dengan tekanan ekonomi.
Agus menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri untuk meringankan beban ekonomi kelas menengah. “Beban tambahan seperti kenaikan pajak atau inflasi harus dikurangi agar daya beli masyarakat kelas menengah bisa kembali pulih,” ujar dia.
Solusi Industri otomotif
Agus menyarankan pelaku industri otomotif untuk berinovasi menghasilkan produk yang lebih terjangkau, tetapi tetap berkualitas. Strategi itu akan mampu menghadapi tantangan yang ada dan memulihkan minat masyarakat untuk membeli kendaraan baru.
“Industri otomotif harus tanggap terhadap kondisi pasar. Produk ramah kantong tetapi relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini menjadi solusi jangka pendek,” kata dia.
Selain itu, pemerintah juga harus menciptakan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat, seperti insentif pajak atau subsidi untuk pembelian kendaraan tertentu. Dukungan itu dapat memberikan dampak positif bagi sektor otomotif secara keseluruhan.
Kendati demikian, dia optimis sektor otomotif dapat pulih dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu tentu membutuhkan komitmen bersama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat.
“Dukungan yang tepat terhadap kelas menengah sebagai penggerak ekonomi nasional bisa membuat masa depan industri otomotif Indonesia lebih cerah,” kata dia.