Bandar Lampung (Lampost.co) — Gumpalan asap beraroma rempah berhembus dari sudut rumah di Jalan Letjen Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kelurahan Perumnas Way Halim, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung.
Kepulan dari rumah berukuran sekitar 10 x 30 meter itu berasal dari potongan daging sate kambing yang sedang dibakar untuk dihidangkan kepada konsumen.
Untuk menemani menu tersebut, pelanggan Sate Utami cabang Way Halim turut memesan sop guna menambah kesegaran selera saat makan siang.
Karyawan dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) itu pun bergegas menyiapkan dandang besar bercorak hitam. Knop kompor khusus gas alam di dapur perlahan diputar yang seketika memunculkan api dari tungku.
Api biru yang menyala dengan cepat mendidihkan sop untuk dituangkan ke dalam mangkok. Pembakaran sempurna dari gas bumi itu berdampak pada biaya operasional usaha yang menjadi lebih hemat hingga 50 persen.
Pergantian tabung elpiji menjadi jaringan gas (jargas) bumi membuat biaya untuk bahan bakar kini hanya sekitar Rp2 juta dari sebelumnya yang bisa mencapai Rp4-5 juta.
“Kami rata-rata menghabiskan satu atau lebih tabung gas elpiji ukuran 12 kilogram atau sekitar Rp200 ribu setiap harinya,” kata pemilik Sate Utami Way Halim, Dimas, Minggu, 11 Agustus 2024.
Dia mengaku baru dua bulan beralih ke jargas PT Pertamina Gas Negara (PGN) tersebut setelah usahanya berjalan sejak 2015. Meski begitu, dia merasa penggunaan gas bumi lebih efektif dan menguntungkan dari pada elpiji yang terdapat gas mengendap di dalam tabung dan tidak dapat terpakai.
Sementara, api dari gas alam konsisten selalu besar sehingga masakan lebih cepat matang dan tersaji ke pelanggan. Terlebih, penggunaannya simpel dan praktis karena tidak perlu selalu cabut pasang regulator setiap hari.
“Tak ada alasan kehabisan gas karena begitu mau masak tinggal menyalakan kompor saja. Dalam dua bulan pertama memakai jargas ini juga tidak ada kendala. Kalau pun ada masalah, petugas PGN langsung datang menangani,” katanya.
Selain UMKM, penggunaan jargas secara khusus dioptimalkan masyarakat Bandar Lampung, salah satunya M. Zen, untuk kebutuhan dapur rumahnya.
Warga Jalan Pulau Singkep, Gang Sabili, Kelurahan Sukarame, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung, itu menggunakan kompor khusus gas alam yang didapatkannya secara gratis saat pemasangan jargas rumah tangga gelombang pertama pada 2020.
Bahan bakar tersebut membuat biaya untuk memasak di keluarganya menjadi lebih hemat dan rata-rata hanya Rp50 ribu per bulan.
“Pernah cuma Rp30 ribu per bulan. Kalau sebelumnya selalu mengeluarkan biaya Rp75 ribu sebulan untuk membeli tiga tabung gas elpiji 3 kg. Untuk itu, biaya bulanan yang dihemat bisa dialihkan untuk keperluan lain,” ujar Zen.
Menurutnya, pipa gas yang terpasang secara permanen membuat aktivitas di dapur menjadi lebih simpel dan praktis. Sebab, tidak perlu ke luar rumah membeli bahan bakar saat persediaan habis. “Jadi, tidak ada alasan kehabisan gas dan begitu mau masak tinggal menyalakan kompor saja,” ujar dia.
Zen dan istrinya juga tidak terlalu khawatir adanya kebocoran yang membahayakan keluarga. Sebab, gas berada di dalam pipa yang tebal.
Bahkan, aliran ke kompor bisa dikendalikan melalui dua titik setop keran, sehingga meninggalkan rumah dalam keadaan kosong juga tidak cemas. “Selama ini belum pernah ada kebocoran,” ujarnya.
Selain itu, gas bumi turut dimanfaatkan segmen pelanggan industri, seperti PT Nestle Indonesia Panjang Factory, Bandar Lampung. Perusahaan pengolah hasil pertanian itu menjadi salah satu penikmat gas alam untuk bahan bakar operasional perusahaan sejak 2015.
Perusahaan tersebut mengalihkan pemakaian solar ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dengan menginvestasikan Rp5 miliar untuk membangun infrastruktur jargas. Bahkan, hematnya biaya operasional dari pemakaian gas bumi membuat nilai investasi tersebut kembali hanya dalam satu tahun.
Penggunaan itu juga berdampak pada kerja mesin produksi yang stabil sehingga perawatan pun menjadi ringan karena gas buangnya lebih bersih.
Hal itu perlu dilakukan karena semua industri juga dituntut untuk efisiensi dalam penggunaan bahan bakar. Prinsip itu dihasilkan gas bumi yang membuat perusahaan bisa menghemat biaya produksi hingga 50 persen setiap tahunnya.
Penetrasi Perluasan
Kepala Bidang Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Lampung, Sopian Atiek, menjelaskan Pemerintah Provinsi Lampung mendukung masuknya gas bumi dengan memberikan perizinan pembangunan infrastruktur pada 2017 dan 2019.
Dukungan tersebut dengan menghibahkan aset untuk stasiun gas di kawasan Pusat Kegiatan Olahraga Way Halim.
Instalasi jargas dijalankan jajaran PGN yang hingga kini mencapai 16.138 pelanggan rumah tangga. Jumlah itu ditargetkan terus bertambah hingga 40 ribu sambungan rumah. Untuk mencapai transisi energi itu perlu ada kerja sama dengan pemerintah kabupaten dan kota.
Penyuluhan bersama pemda ke masyarakat mampu menarik banyak warga untuk memakai gas bumi. Sebab, energi ramah lingkungan tersebut bisa menjadi salah satu yang diandalkan untuk mencerahkan masa depan bumi.
“Sejauh ini sambungan rumah jargas memang baru di Bandar Lampung. Namun, penetrasi perluasan pemasangannya terus dilakukan pada 2023. Jaringan utamanya disiapkan APBN dan tahun lalu jaringan sekunder ke rumah-rumah menggunakan anggaran PGN,” ujar Sopian.
Selain rumah tangga, jargas juga dikembangkan ke pelaku usaha, seperti pabrik, perhotelan, dan rumah makan yang berada di jalur utama pipa gas. “Tapi, pembangunan jargas rumah tangga di masyarakat tetap menjadi prioritas,” kata dia.
Transisi Energi Seluruh Kalangan
Area Head PGN Lampung, Ahmad Abrar, menjelaskan instalasi jargas di Bandar Lampung menggunakan APBN mulai 2017 dan dilanjutkan pada 2019. Proyek strategis nasional itu menjaring 16.138 pelanggan rumah tangga hingga Oktober 2024.
Perkembangan itu lewat perluasan jargas menggunakan anggaran PGN untuk 1.321 sambungan rumah pada 2023. Pekerjaan itu dengan syarat tidak menambah pemasangan jaringan induk baru.
“Sifatnya hanya penetrasi ke beberapa wilayah yang dibangun pada tahun sebelumnya, yaitu di Kelurahan Way Dadi Baru, Sukamenanti, dan Tanjungkarang Pusat. Selanjutnya, mengarah ke Sukarame Baru,” kata Abrar.
Secara keseluruhan, instalasi pipa gas hingga kini terpasang di Kecamatan Telukbetung Utara, Tanjungkarang Pusat, Tanjungkarang Barat, Kedaton, Labuhan Ratu, Way Halim, Tanjung Senang, dan Sukarame. Sambungan itu teraliri melalui 1.460 meter pipa baja dan 383.603 meter pipa polietilen (PE).
Selain sambungan rumah, pasokan gas bumi juga untuk berbagai sektor, yaitu 52 pelanggan industri dan komersial serta 51 pelanggan kecil atau UMKM, seperti rumah makan, kafe, penatu, katering, dan toko kue. Pelanggan dari ketiga segmen tersebut turut menyerap gas alam hingga 5 million standard cubic feet per day (MMSCFD).
Ada pula suplai untuk dua pembangkit listrik PLN sehingga total serapannya mencapai 20 billion bristh thermal unit per day (BBTUD). Seluruhnya untuk transisi energi dari sebelumnya menggunakan gas elpiji, batu bara, atau kayu bakar.
Pemanfaatan energi hijau gas alam pun akan terus meluas, baik dari segi jumlah pelanggan maupun volume. Hal itu seiring adanya permohonan berlangganan dari 21 UMKM dengan 11 di antaranya sedang dalam proses. Terlebih, terdapat pula perluasan jargas untuk 6.000 pelanggan baru pada 2025.
Penambahan sambungan baru itu untuk Kecamatan Labuhan Ratu, Kemiling, dan Kedamaian. “Kami juga sedang mengusulkan untuk masuk ke sekitar Labuhan Maringgai, Lampung Timur,” kata dia.
Untuk itu, pihaknya pada tahun ini berfokus untuk membentuk perilaku seluruh kalangan masyarakat dengan mensosialisasikannya hingga ke tingkat RT agar pemanfaatannya terus meluas.
Sebab, penggunaannya bukan cuma murah, tetapi lebih efektif dan ramah lingkungan. “Pelanggan yang memakai gas bumi tidak perlu repot ganti-ganti tabung,” ujarnya.
Sementara, untuk masyarakat dan pelaku usaha yang berada di luar jalur pipa gas tetap bisa memanfaatkan gas bumi lewat compressed natural gas (CNG) cylinder atau gas bumi berbentuk tabung. Produk yang dikenal C-Cyl itu disalurkan subholding gas PT Pertamina, yaitu PT Gagas Energi Indonesia.
Head Gagas Energi Indonesia Area Lampung, Bonie Tamaro Andreas, mengatakan C-Cyl merupakan gas bumi yang dikompresi dengan tekanan 200 bar.
Produk yang menggunakan tabung berkapasitas 24 meter kubik atau setara 20 Kg tersebut diluncurkan pada Desember 2021 untuk menyasar pelanggan di luar jalur pipa, khususnya segmen industri, komersial, dan UMKM.
Produk tersebut juga sebagai jembatan pelanggan sebelum memakai gas yang terkoneksi pipa. Terutama pelanggan yang memiliki keterbatasan lahan dan pemakaian yang relatif kecil.
“Sebab, C-Cyl memang sebagai alternatif solusi bagi yang belum dilalui jalur pipa. Tapi, kalau lokasinya dilalui jalur pipa, pelanggan lebih baik memilih dengan pipa,” kata Bonie.
Untuk itu, kehadiran Gaslink C-Cyl makin memperluas pemanfaatan gas bumi sehingga terdapat sekitar 100 pelanggan dari produk tersebut.
Pengguna CNG itu tersebar di sejumlah daerah luar Bandar Lampung sebagai area existing, seperti Lampung Marriott Resort di Pesawaran dan pabrik-pabrik sekitar Lampung Selatan. “Apalagi, biayanya ekonomis dengan seluruh instalasi disediakan PGN,” ujarnya.
Tekan Emisi
Industry and Commerce Sales PGN Area Lampung, Dionisius Kristian Tirta Aji, mengatakan pemerintah menargetkan mencapai net zero emission maksimal pada 2060 dengan berupaya menekan penggunaan gas elpiji dan batu bara.
“Pembakaran dari sumber energi tersebut tidak bersih dan hasil karbonnya menghasilkan polusi udara yang lebih besar,” kata Aji.
Untuk itu, perlu adanya transisi energi ke sumber yang lebih rendah karbon, seperti gas bumi. Walaupun termasuk energi fosil, gas alam merupakan jenis yang lebih ramah lingkungan karena hasil pembakarannya lebih bersih dan hemat.
Hal itu didukung dengan cadangan gas alam Indonesia mencapai 54,76 triliun kaki kubik persegi (trillion square cubic feet/TSCF) pada 2023. Sementara, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat gas alam yang terserap hingga akhir 2023 mencapai 5.868 BBTUD.
Cadangan Gas Bumi Indonesia 2016 – 2023 (dalam satuan TCF)
Kategori | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | 2022 | 2023 |
Terbukti | 101,22 | 100,37 | 96,06 | 49,74 | 43,57 | 41,62 | 36,34 | 35,30 |
Potensial | 42,84 | 42,35 | 39,49 | 27,55 | 18,82 | 18,99 | 18,49 | 19,46 |
Total | 144,06 | 142,72 | 135,55 | 77,29 | 62,39 | 60,61 | 54,83 | 54,76 |
Sumber: Laporan Kinerja 2023 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Jumlah itu didominasi untuk kebutuhan domestik hingga 3.745 BBTUD atau 63,82%. Penggunaannya sebagian besar untuk memenuhi permintaan sektor industri 30,83%, kelistrikan 11,82%, pupuk 11,72%, domestik LNG 8,47%, lifting 3,48%, domestik LPG 1,51%, dan gas kota 0,19%, serta BBG 0,08%. Sedangkan, sisanya 1.749 BBTUD atau 36,18% diserap untuk ekspor, yaitu 22,18% LNG dan 8,45% gas pipa.
Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, cadangan gas alam Indonesia juga berpotensi memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas.
Bahkan, dapat surplus gas hingga 1.715 MMSCFD dari beberapa proyek potensial. Hal itu dengan adanya 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi untuk ditawarkan kepada investor.
Pemanfaatan gas bumi secara optimal itu sesuai amanat Pemerintah yang dijabarkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Gas alam sebagai sumber energi fosil yang relatif lebih bersih dibanding minyak bumi dipandang dapat memegang peranan penting dalam menopang ketahanan energi nasional.
Persediaan yang melimpah di Tanah Air itu harus dimanfaatkan untuk mendukung kebutuhan masyarakat dan industri dalam negeri agar tumbuh dan lebih bersaing.
Sebab, penggunaannya dapat menekan beban negara untuk subsidi bahan bakar karena gas bumi merupakan produk domestik yang berasal dari sumber daya alam Indonesia.
“Anggaran yang harusnya untuk subsidi bisa dimanfaatkan untuk yang lain. Semua itu turut mengakomodir prinsip keadilan dalam transisi energi,” ujar Aji.

Keadilan untuk Semua
Akademisi Rekayasa Migas Itera, Stevy Canny Louhenapessy, menilai pemakaian gas bumi membuat urusan dapur masyarakat menjadi lebih mudah. Sebab, pelanggan tidak perlu mencari gas saat kehabisan dan cukup membayar tagihan sesuai pemakaian setiap bulannya.
Pelanggan hanya perlu rajin mengecek meteran gas yang terpasang di pekarangan rumah. Hal itu agar pemakaian tetap terpantau dan tidak berlebihan yang membuat tagihan bulanan menjadi lebih besar. “Masyarakat juga harus pintar mengontrol penggunaannya,” kata Stevy.
Menurut dia, efisiensi penggunaan yang ditawarkan jargas dapat terus berkembang. Namun, untuk mewujudkannya perlu studi lebih lanjut. Kajian tersebut mulai dari sumber didapatnya gas dan infrastruktur yang harus dibangun.
Sebab, penggunaannya untuk sektor rumah tangga saat ini masih sebatas di Bandar Lampung. “Tapi, jika infrastruktur yang dibangun makin jauh, maka pemakaiannya terus berkembang dan meluas ke luar kota,” kata dia.
Pembangunan infrastruktur yang terus meningkat akan membuat pemanfaatan energi merata untuk semua masyarakat setiap daerah. “Terpenting pemerintah menyediakan segala kebutuhan infrastrukturnya untuk menyediakan energi alternatif,” kata dia.