Jakarta (Lampost.co) — Sejumlah perusahaan besar, seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Yamaha Music Indonesia, Sanken Indonesia, hingga jaringan restoran cepat saji KFC menjadi sorotan dalam gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Badai PHK kembali melanda industri di Indonesia bahkan menjelang Ramadan 2025. Ribuan karyawan dari berbagai sektor kehilangan pekerjaan akibat kebangkrutan, relokasi pabrik, hingga penutupan gerai.
PHK Massal Yamaha Music Indonesia
Salah satu perusahaan yang mengumumkan PHK besar-besaran adalah Yamaha Music Indonesia. Pabrikan alat musik asal Jepang itu memutuskan untuk merelokasi pabriknya ke China. Sehingga, lebih dari 1.000 karyawan di Indonesia harus kehilangan pekerjaan.
Serikat pekerja Yamaha Music Indonesia menemui Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli untuk menyampaikan kekhawatiran terkait gelombang PHK itu.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menegaskan proses PHK harus sesuai regulasi dan mempertimbangkan hak dan kewajiban kedua pihak.
“Intinya PHK harus sesuai aturan, memperhatikan hak pekerja, dan kesepakatan bersama,” ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker, Indah Anggoro Putri.
Sritex Resmi Bangkrut
Di sektor tekstil, Pengadilan Niaga Semarang menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi pailit dan menyebabkan 6.660 karyawan terkena PHK.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Sritex, Widada, mengungkapkan saat itu para pekerja sedang mengurus klaim Jaminan Hari Tua (JHT) dan pesangon.
“Sebagian besar karyawan mulai mengisi surat PHK untuk pencairan JHT. Itu penting agar hak mereka segera cair,” ujar Widada, di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Selain PHK, Sritex juga mengalami keterlambatan pembayaran gaji karyawan dalam beberapa bulan terakhir. Para buruh berharap perusahaan dapat segera menyelesaikan kewajiban finansial.
Pabrik Sanken Tutup
Industri elektronik juga tak luput dari badai PHK. Sanken Indonesia, produsen elektronik asal Jepang, mengumumkan penutupan pabriknya di Bekasi. Keputusan itu berdampak pada hampir 1.000 pekerja.
Keputusan itu diduga berkaitan dengan persaingan bisnis yang semakin ketat. Terutama produk-produk elektronik asal China yang membanjiri pasar Indonesia dengan harga lebih kompetitif.
KFC dan PT Tokay Kurangi Karyawan
Jaringan restoran cepat saji KFC juga melakukan pemutusan hubungan kerja di beberapa gerainya. Namun, jumlah karyawan yang terdampak belum terungkap secara resmi. Langkah itu menjadi sinyal sektor F&B (food and beverage) masih berjuang menghadapi tantangan ekonomi pascapandemi.
Di sektor manufaktur lainnya, ratusan pekerja di PT Tokay Bekasi turut mengalami PHK. Hal itu memperpanjang daftar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan dalam beberapa bulan terakhir.
Ribuan Buruh di Sektor Otomotif Terancam
Menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sejak Januari hingga Februari 2025, lebih dari 3.000 pekerja di berbagai sektor kehilangan pekerjaan.
Presiden KSPI, Said Iqbal, memperkirakan jumlah itu akan terus bertambah. Terutama di industri otomotif yang saat ini menghadapi lonjakan impor truk dari China, mengancam keberlangsungan pabrik truk dan dump truck di Indonesia.
“(Buruh yang terkena PHK sejak Januari-Februari 2025) sudah sekitar 3.000 orang dan akan terus bertambah,” ujar Iqbal.
Ia menilai kebijakan ekonomi saat ini kurang mampu melindungi industri dalam negeri. Untuk itu, Kementerian Investasi, Ketenagakerjaan, Perindustrian, Perdagangan, serta Koordinator Perekonomian harus segera mengambil tindakan guna mengurangi dampak gelombang PHK massal yang semakin luas.
Penyebab PHK Massal di Indonesia
Gelombang PHK massal yang terjadi di berbagai sektor itu karena beberapa faktor utama, di antaranya:
1. Relokasi Pabrik ke Luar Negeri. Yamaha Music Indonesia dan beberapa perusahaan memilih memindahkan pabriknya ke negara lain untuk menekan biaya produksi.
2. Kebangkrutan Perusahaan. Sritex menjadi contoh nyata perusahaan besar yang gagal bertahan. Sehingga, menyebabkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan.
3. Persaingan Pasar yang Ketat. Produk impor, terutama dari China, semakin mendominasi, membuat perusahaan lokal sulit bersaing.
4. Penurunan Daya Beli Konsumen. Industri ritel dan F&B, seperti KFC, turut terdampak karena konsumen semakin selektif dalam membelanjakan uangnya.
5. Kondisi Ekonomi Global. Perlambatan ekonomi global turut berpengaruh terhadap iklim investasi dan bisnis di Indonesia.