Bandar Lampung (Lampost.co)– Sejumlah pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar Pasir Gintung mengaku resah terkait pendataan relokasi pasar. Pasalnya pendataan tersebut dilakukan oleh dua pihak.
Ketua Paguyuban Pasar Pasir Gintung, Jumadi, mengaku para pedagang resah lantaran pendataan relokasi pasar dilakukan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung.
Jumadi menjelaskan, Paguyuban Pedagang Pasar Pasir Gintung saat ini memilik surat lapak dari Dinas Perdagangan sebagai legitimasi kepemilikan lapak.
Meski sudah memiliki surat lapak sah dari Dinas Perdagangan, pihaknya masih diminta oleh PD Pasar untuk juga membuat surat lapak.
“Padahal pedagang ini sudah punya surat dari Dinas Perdagangan,” katanya, Kamis, 7 September 2023.
Namun, dari pihak PD Pasar ingin para pedagang segera membuat surat lapak dari PD pasar. “Kami kan bingung seolah ada dua ketua seperti ini,” terangnya.
Lantaran hal itu, sejumlah pedagang yang sudah memiliki surat lapak dari dinas perdagangan pun mau tidak mau membuat surat lapak dari PD Pasar.
Tetapi dalam proses pembuatan surat dari PD Pasar, Jumadi mengaku para pedagang dimintai sejumlah biaya pembuatan surat.
“Ada yang Rp130 ribu, ada juga yang sampai Rp1,5 juta. Gak tahu juga itu gimana kok bisa berbeda-beda,” ungkapnya.
Ia menambahkan apabila pedagang tidak memiliki surat lapak dari PD Pasar, para pedagang tidak boleh berdagang kembali di Pasar Pasir Gintung setelah dilakukan pemugaran.
“Kalau pedagang tidak bisa menunjukan surat dari PD Pasar, mereka akan coret pedagang itu dari pendataan,” terangnya.
Sementara itu, Direktur PD Pasar, Edi Guvari mengaku tak pernah meminta uang ke pedagang untuk penerbitan surat lapak terkait relokasi pedagang Pasar Pasir Gintung.
Pihaknya mengklaim PD Pasar sudah tidak menerbitkan surat lapak sejak Agustus 2023 lalu. Lanjut Edi, apabila yang meminta uang untuk pembuatan surat lapak mengatasnamakan PD Pasar, maka dipastikan itu bukan pihaknya.
“PD Pasar sudah tidak lagi menertibkan surat sejak Agustus 2023. Saya menjamin orang-orang yang meminta uang sampai Rp1,5 juta untuk buat surat itu jelas bukan bawahan saya,” bantahnya.
Ia menjelaskan, pungutan retribusi resmi dari PD Pasar hanya untuk memperbaharui surat yang sudah diterbitkan sebelumnya.
Pembaharuan surat itu menurutnya sudah dilakukan sejak lama dan hanya dikenakan biaya Rp120 ribu per tahun.
“Karena surat ini harus diperbaharui tiap tahun untuk menunjukan siapa yang bedagang di sana,” ungkapnya.
Edi juga menjelaskan, pendataan dilakukan dua pihak yakni oleh PD Pasar dan juga Dinas Pedagangan dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai.
“Kalau pendataan dilakukan oleh PD Padar dan Dinas Pedagangan itu dilakukan untuk memutakhirkan data,” pungkasnya.
Nurjanah