Bandar Lampung (Lampost.co) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menempatkan hilirisasi sebagai instrumen penting dalam pembangunan ekonomi daerah. Langkah ini diyakini mampu memberikan nilai tambah lebih besar bagi masyarakat, meski pelaksanaannya masih menghadapi sejumlah tantangan.
Poin Penting
- Pemprov Lampung menempatkan hilirisasi sebagai strategi pembangunan ekonomi daerah.
- Pertanian menjadi basis utama dengan pendekatan share value.
- Tantangan utama meliputi infrastruktur, teknologi, dan SDM.
- Hilirisasi juga mencakup pelatihan roasting, pengemasan, dan akses pasar.
Kepala Bidang Perencanaan Perekonomian Bappeda Lampung, Ridwan Saifuddin, menjelaskan bahwa hilirisasi telah menjadi arah kebijakan jangka menengah dan panjang daerah. Program tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Baca juga : Dorong Hilirisasi, Lampung Bidik Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Perkebunan
“Pertanian menjadi basis utama. Dengan pendekatan share value, di harapkan nilai tambah dapat langsung terasa oleh masyarakat,” ungkap Ridwan.
Ia menekankan kendala masih ada pada aspek infrastruktur, teknologi, hingga kapasitas sumber daya manusia. Untuk itu, semua pihak harus terlibat agar hilirisasi bisa berjalan berkesinambungan.
“Untuk mengatasi tantangan ini, kita perlu sinergi bersama-sama,” kata dia.
Sejalan dengan penguatan hilirisasi, Pemprov Lampung juga tetap fokus membangun sektor hulu, terutama dalam menjaga kualitas dan kuantitas komoditas unggulan. Kepala Dinas Perkebunan Lampung, Yuliastuti, mengatakan kopi menjadi salah satu komoditas utama yang terus ditingkatkan produktivitasnya.
Salah satu upayanya adalah penerapan sistem budidaya pagar serta mendorong petani menerapkan metode petik merah agar mutu biji lebih baik. Pemerintah juga mengingatkan petani untuk tidak menjemur hasil panen langsung di tanah. Sebagai bentuk dukungan, bantuan di berikan berupa terpal, alat penggiling (grinder), dan mesin huller untuk menjaga kualitas pascapanen.
Tidak hanya di sisi produksi, hilirisasi juga di dorong melalui pelatihan roasting, pengemasan, hingga perluasan akses pasar. Program ini akan berjalan bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan agar rantai nilai kopi Lampung semakin kuat.
Yuli menyebutkan, menurut data BPS, nilai ekspor kopi Lampung sepanjang 2025 mencapai lebih dari USD 400 juta dengan pasar utama Amerika Serikat, Jepang, dan sejumlah negara Eropa.
“Dengan inovasi budidaya, peremajaan tanaman, dan penguatan hilirisasi, kami menargetkan peningkatan signifikan, baik dari sisi volume maupun nilai ekspor kopi Lampung,” kata Yuli.
Selain robusta yang menjadi identitas utama Lampung di pasar global, pemerintah juga mulai mengembangkan kopi arabika di Kabupaten Lampung Barat, khususnya di Kecamatan Sekincau pada ketinggian 1.000–1.200 mdpl. Dengan demikian, Lampung berupaya memperluas diversifikasi produk sekaligus memperkuat posisinya sebagai sentra kopi nasional.








