Bandar Lampung (Lampost.co) — Kenaikan pajak pertambahan nilai atau (PPN) hingga 12% tahun 2025 mendatang akan memberikan dampak yang besar kepada masyarakat golongan menengah ke bawah.
.
“Dampaknya terhadap konsumsi atau dampaknya terhadap peningkatan income secara real setiap lapisan masyarakat atau segmen masyarakat itu akan berbeda-beda. Bisa jadi masyarakat golongan menengah bawah itu akan mendapatkan dampak lebih besar daripada masyarakat golongan menengah atas,” kata Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus, Rabu, 20 Maret 2024.
.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa sirkular dari kenaikan PPN akan meningkatkan biaya seperti biaya produksi. “Sehingga nanti harga-harga akan meningkat. Konsumen harus membayar lebih tinggi terhadap barang dan jasa yang akan terperoleh,” cetusnya.
.
Ketika tidak terjadi peningkatan income secara yang melebihi dari kenaikan barang, hal itu akan membuat daya beli masyarakat menjadi lebih rendah. “Jadi kenaikan biaya produksi dan konsumsi mengakibatkan daya beli yang melemah,” tuturnya.
.
Apabila terjadi daya beli masyarakat yang melemah. Lanjutnya, maka yang akan terjadi selanjutnya adalah utilisasi produksi sektor kemudian juga ritel akan menurun.
.
“Jadi penjualan itu bisa khawatir akan menurun. Karena tadi, masyarakat daya belinya lemah atau mereka perlu menghemat lebih ekstra. Untuk mengalokasikan sejumlah anggarannya dengan kondisi harga yang sudah meningkat,” jelas Heri.
.
Jika sudah sampai sisi ritel yang mengalami penurunan. Tentunya ini akan menyebabkan dunia usaha ini menyesuaikan penggunaan input produksinya sendiri. “Dunia usaha akan menyesuaikan penggunaan input produksinya. Marena kalau produksinya sesuai ya penjualannya juga yang tadinya banyak jadi lebih sedikit. Ini akan menyesuaikan penggunaan input produksinya salah satunya adalah tenaga kerja,” ungkapnya.
.
Bisa melakukan penyesuaian tenaga kerja dengan mengurangi jam kerja atau bahkan mengurangi jumlah tenaga kerja itu sendiri. “Itu akan berdampak terhadap pendapatan yang tentu saja akan menyesuaikan juga. Jadi pendapatan akan menurun. Kalau pendapatan menurun konsumsinya juga akan menurun. Sehingga akan menghambat pertumbuhan ekonomi,” bebernya.
.
Apabila pertumbuhan ekonomi terkoreksi. Hal yang jadi kekhawatiran adalah kenaikan pendapatan negara secara agregat tidak sesuai ekspektasi atau bahkan justru mengalami penurunan.
.
Terasa Dampaknya
.
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Abdul Manap Pulungan menyebut bahwa kenaikan tarif PPN akan terasa berdampak terhadap perekonomian. “Jangan sampai kenaikan PPN ini akan menekan pertumbuhan ekonomi. Karena selama 2023 itu pertumbuhan ekonomi kita memang sudah turun dari 5,31% pada 2022 menjadi 5,05% di 2023,” katanya.
.
Tahun 2022 adalah tahun PPN mengalami kenaikan dari 10% menjadi 11% dan kenaikan PPN tersebut tidak terlalu berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia karena kenaikan harga komoditas dunia.
.
“Kenapa tidak terasa penurunan pertumbuhan pada 2022 meskipun saat itu ada kenaikan tarif PPN. Sebagaimana kita ketahui tahun 2022 itu ada kenaikan harga komoditas dunia yang sangat signifikan sehingga kenaikan PPN itu tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi,” jelasnya.
.
Dengan kondisi ekonomi yang tidak bagus saat ini dan kenaikan PPN tahun depan, ia khawatir nanti orang akan menghemat belanja. “Karena berjaga-jaga untuk antisipasi dari kenaikan-kenaikan faktor-faktor lain terutama inflasi itu ya,” ungkapnya.
.
Pada 2023, beberapa indikator daya beli memang menurun terutama dari konsumsi rumah tangga terlihat penurunan dari 4,9% ke 4,82%. “Ini khawatirnya ketika PPN itu naik kemarin (2022). Orang cenderung untuk plesiran yang pada akhirnya menyebabkan sektor-sektor konsumsi yang bukan kebutuhan pokok itu menurun. Padahal, konsumsi rumah tangga selain yang bahan makanan ini juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Lebih dari 50% ekonomi kita disusun oleh konsumsi rumah tangga,” pungkasnya.