Matahari siang pada medio Maret 2018 menyengat ubun-ubun Paidin yang duduk bertopang dagu di pinggir sawahnya. Petani Desa Trimomukti, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan itu, membiarkan angin panas meniup keningnya berpeluh. Tatapannya menyapu hamparan lahan kering kerontang, yang seharusnya berlumpur penuh tunas hijau. Sisa batang padi kering berwarna coklat pucat tertancap ringkih di tanah retak menganga.
Kemarau datang tanpa ampun sejak awal bulan kedua 2018, memukul telak Paidin dan seluruh petani Desa Trimomukti. Pasalnya, baru dua bulan benih menjejak tanah saat tiba-tiba dipaksa bertarung hidup dengan langit yang enggan menumpahkan hujan. Sawah tadah hujan di desa itu ternyata harus bertekuk lutut pada keringnya cuaca. Asa Paidin mengecap manisnya panen, pupus.
“Padahal tanaman padi baru mulai berbuah. Tinggal tunggu panen,” tutur Paidin, berbagi kisah getirnya pada awal Oktober 2025. Ia hanya bisa pasrah menelan pil pahit gagal panen untuk kesekian kalinya. Paidin merugi hingga Rp50 juta untuk biaya bibit, pupuk, hingga bajak sawah.
Namun yang membuat hati Paidin makin nelangsa adalah kenyataan bahwa 20 orang buruh taninya ikut terimbas. Masih terekam jelas antusiasme masa tanam pada akhir 2017, kemudian terhempas kemarau sejak bulan kedua 2018. “Desember masih hujan, Februari mendadak kemarau. Walau sudah langganan gagal panen, tetap saja berat menerimanya,” kata pria paruh baya itu. Ia mengaku kewalahan berdamai dengan perubahan iklim yang tidak menentu.
Demi menyelamatkan nasib para buruh tanam dan menutupi kerugian, Paidin mengambil keputusan berat. Ia terpaksa menjual beberapa ekor anakan sapi. “Risiko pemilik lahan. Walau rugi, harus tetap tanggung jawab terhadap pekerja,” kata Ketua Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Makmur itu.
Di tanah Trimomukti yang tak dilintasi sungai, para petani itu sebenarnya sudah memiliki sumur bor dengan pompa berbahan bakar solar. Namun, biaya operasionalnya mahal, hingga Rp4 juta per hektare per musim. “Kami tidak sanggup. Petani butuh bahan bakar murah. Listrik,” ujarnya.
Desakan kebutuhan itu menjadi dasar Paidin berjuang bagi kelompoknya untuk keluar dari kesukaran. Sebagai pemimpin 37 kelompok tani, yang terdiri atas 1.017 orang petani, Paidin berpikir keras supaya 1.335 hektare sawah tetap produktif di semua musim. Jangan hanya musiman.
Bersama perwakilan kelompok, Paidin menyambangi Dinas Pertanian Lampung Selatan untuk memperjuangkan harapan ribuan petani. “Harus ada listrik di sawah agar padi tetap hidup meski kemarau. Gagal panen kok jadi rutinitas. Bisa melarat kami semua,” ujarnya.
Dinas Pertanian meneruskan permohonan listrik sawah Trimomukti kepada PLN dan mendapat respon cepat. Pada medio 2018, proses awal mengalirkan listrik dimulai dengan semangat. Namun sebuah tantangan mengadang. “Mobil PLN tidak bisa masuk lahan sawah. Tanahnya gambut, lumpur lengket, dan berlubang. Tidak ramah pada roda besar,” ujar Paidin.
Menolak kalah pada medan yang sulit, para petani bersikeras menarik tiang listrik secara manual dari jalan desa ke sawah. Setiap hari tim PLN bersama sekitar 80 petani baris memanjang dengan tali besar di bahu. Sesuai aba-aba, petani menarik tiang berat nan panjang di atas gerobak kayu berderit. Para pejuang keluarga itu tidak mengindahkan perih gigitan tali kasar di telapak tangan mereka kala melewati jalanan berlubang dalam sejauh 3 km.
“Tiap hari kami giliran menarik tiang, dari pagi sampai sore. Capek, tapi kami gembira,” cerita Paidin. Gotong royong tersebut berlangsung selama dua bulan hingga semua tiang tegak menjulang. Sawah Trimomukti memasuki babak baru dengan listrik yang menghidupkan irigasi ke pematang sepanjang tahun.
Kisah pilu petani Trimomukti yang hanya mengandalkan tiwul dan gaplek tinggal kenangan. Sawah yang dulu kering kini menghijau, menghasilkan 10.340 ton padi per musim. Kepala Desa Trimomukti, Sutrisno, mengapresiasi kepedulian pemerintah dan PLN yang menghidupkan lahan semi-3T dengan energi ramah lingkungan SuperSUN. “Dua unit PLTS mikro berkapasitas 900 Wp dan 3.500 Wp kini menggerakkan enam pompa sibel,” jelasnya.
SuperSUN yang beroperasi sejak 23 Juli 2025 itu menjadi tumpuan strategis bagi sawah terpencil yang sulit dijangkau infrastruktur. “Energi surya mengairi sawah kami tanpa henti. Kami optimistis sukses panen tiga kali tahun ini,” ujarnya.
Sinergi antara gapoktan, perangkat desa, dan kepala daerah menjadi denyut kuat di balik kebangkitan Trimomukti. “Desa kami kini percontohan nasional smart farming, mampu menembus tiga musim tanam,” tuturnya.
Peningkatan panen turut mengubah nasib keluarga petani. “Sekarang, hampir setengah dari seluruh petani mampu menyekolahkan anak ke pondok pesantren, bahkan hingga perguruan tinggi,” kata Sutrisno, tersenyum. Tiga musim tanam telah membuka pintu pendidikan tinggi bagi anak-anak petani mencerminkan derajat ekonomi membaik, jauh dari bayang-bayang utang masa lalu.
Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Teguh Endaryanto, menyoroti terobosan tiga musim tanam sebagai lompatan besar sektor pertanian Lampung. Ia menjelaskan Indeks Pertanaman (IP) Lampung saat ini 1,8. “Artinya sawah rata-rata ditanami padi hanya 1,8 kali setahun, tak jauh dari IP nasional,” ujarnya.
Modernisasi infrastruktur pertanian perlahan mendorong IP Lampung menjadi 2,52. “Pertanian Trimomukti menjadi bukti kemajuan sawah pelosok berkat dukungan energi hijau,” ujarnya. Teguh melihat capaian itu sebagai karpet merah swasembada pangan.
Menurutnya, SuperSUN membuka keran irigasi sepanjang waktu sebagai solusi atas IP yang sempat stagnan. “Tiga musim bukan hanya bicara angka, melainkan momentum peradaban baru sawah semi-3T,” kata Teguh.
Cita-cita luhur swasembada pangan tersebut turut menjadi fokus prioritas Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama. Ia memfasilitasi Trimomukti agar menjadi model pertanian modern. “Desa kami telah menerapkan pertanian berkelanjutan dengan listrik dan energi surya yang berdampak langsung pada panen,” ujarnya.
Ia memerinci produksi padi Lampung Selatan pada 2024 mencapai 426.296 ton, dengan Candipuro (72.674 ton), Palas (63.548 ton), dan Natar (36.483 ton) sebagai tulang punggung. “Smart farming Trimomukti akan direplikasi ke daerah lain untuk memperkuat ketahanan pangan sesuai Asta Cita Presiden Prabowo,” katanya. Bupati Egi siap mereplikasi model pertanian di daerah prioritas elektrifikasi itu ke seluruh kecamatan.

Modernisasi Pertanian
Manajer Umum PLN UID Lampung, Rizky Mohammad, menegaskan komitmennya menyukseskan modernisasi infrastruktur pertanian di wilayah semi-3T. “Kami mendukung kemajuan pertanian melalui program Smart Farming sebagai bagian dari peta strategis swasembada pangan dan energi,” katanya.
Ia menyebutkan hingga 2024, sebanyak 4.251 pelanggan sektor pertanian di Provinsi Lampung telah menerima manfaat dari listrik PLN dengan total kapasitas mencapai 24,61 MVA. PLTS SuperSUN menjadi salah satu andalan, dengan sistem daya kompak berbasis baterai. PLN membangun dua SuperSUN berkapasitas 900 VA dan 3.500 VA.
Teknologi tersebut menampung energi cahaya matahari dan mengubah menjadi listrik melalui panel surya. Kemudian, daya disimpan dalam baterai sehingga bisa digunakan baik pada siang maupun malam.
Rizky menyebutkan keunggulan SuperSUN terletak pada sifatnya yang ramah lingkungan, lebih rapi, dan tidak bergantung pada jaringan kabel. “Inovasi ini memperluas akses petani pelosok terhadap listrik. SuperSUN tidak membutuhkan infrastruktur jaringan yang rumit,” ujar Rizky. Fleksibilitas menjadikan SuperSUN solusi ideal untuk mendukung aktivitas pertanian di seluruh penjuru.

Selain di Lampung Selatan, Program Listrik Masuk Sawah juga mengaliri Kabupaten Pringsewu. Sebanyak 46 titik irigasi di 37 desa telah menikmati program tersebut. “Pasokan listrik yang stabil menciptakan siklus tanam yang lebih cepat dan hasil panen optimal,” kata dia.
Koordinator Laboratorium PLTS Itera Mas, Gde KM Atmajaya mengatakan PLTS off-grid lebih mudah diimplementasikan di segala medan, namun biaya investasi untuk pembangunannya cukup mahal. “SuperSUN Trimomukti menggunakan off-grid. Karena itu, petani harus mendapat edukasi dalam menggunakan dan merawat baterai. Tujuannya agar target masa pakai selama bebeberapa tahun ke depan bisa tercapai,” ujarnya.
Menurutnya, PLTS sangat bermanfaat bagi daerah terpencil. Pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil telah dimulai dari desa melalui pemanfaatan SuperSUN yang sejalan dengan visi pembangunan hijau. “Petani Trimomukti dan daerah 3T lain yang sudah terjangkau PLTS lebih produktif, dan menjadi garda penjaga lingkungan,” ujar Rizky.
SuperSUN menjadi harapan baru bagi petani Lampung yang membawa bumi lebih hijau. Melalui pembangunan PLTS di sawah 3T, PLN membuktikan bahwa inovasi energi terbarukan memberi manfaat nyata terhadap kemajuan pertanian dan mempercepat hilirisasi.
Gde menekankan energi tenaga surya dengan performa optimal menjadi solusi pertanian menghadapi cuaca ekstrem yang kerap terjadi di Lampung. “Tenaga surya SuperSUN bisa menarik petani milenial yang maunya tidak kotor, karena mereka melek teknologi. Petani muda menyukai ekosistem pendukung PLTS yang lebih dinamis dan ramah lingkungan,” ujarnya. Irigasi tenaga surya juga memberi efek lanjutan terhadap insfrastruktur pertanian desa.
Ia menekankan agar PLN dan pihak terkait mengedukasi para petani untuk menghindari faktor-faktor risiko korosi, serta sigap membersihkan kotoran hewan yang bisa menutupi panel surya. “Alih teknologi surya butuh proses dengan meningkatkan literasi petani dengan menggandeng akademisi dan penyuluh demi menggapai ketahanan pangan,” ujarnya.
Kecakapan petani dalam pemanfaatan energi surya juga diungkapkan oleh Analis Kebijakan Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dona Octavia. Menurutnya, petani harus cakap dalam melakukan mitigasi perubahan iklim. “Tanaman padi harus tangguh di berbagai cuaca,” ujarnya.
Dukungan tenaga surya menjadi andalan bagi petani di semua musim, utamanya bagi daerah 3T. “Listrik hijau mendukung efisiensi proses pertanian mulai dari pengolahan lahan hingga hilirisasi produk,” kata Dona.
Sebagai bentuk kesungguhan dalam menyukseskan swasembada pangan, Pemprov Lampung membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Kawasan Komoditas Strategis Padi dan Jagung. Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengatakan Lampung berperan strategis sebagai lumbung pangan nasional. Bumi Ruwa Jurai dituntut mampu mempercepat pengembangan komoditas unggulan seperti padi, jagung, dan hortikultura.
“Lampung harus tampil sebagai penyuplai kebutuhan pangan nasional, sekaligus menjadi model pembangunan pertanian berkelanjutan dengan energi baru terbarukan,” kata dia. Guna menetapkan pengembangan kawasan pertanian padi dan jagung sebagai prioritas pembangunan daerah, Pemerintah Provinsi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor D/660/5-21/HK/2025 tentang Program Strategis Daerah Sektor Pertanian.
SK tersebut digadang-gadang mampu mendongkrak produksi padi di Provinsi Lampung yang selama Januari hingga Oktober 2025 telah mencapai 2,98 juta ton. Gubernur juga menjelaskan target produksi padi Provinsi Lampung sepanjang 2025 hingga 3,5 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). “Elektrifikasi sawah dan dukungan panel surya menjadi kunci pencapaian swasembada pangan,” kata dia.








