Bandar Lampung (Lampost.co) — Penggunaan layanan bayar tunda atau buy now pay later (BNPL) di Lampung terus meningkat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai outstanding pay later masyarakat Lampung mencapai Rp184,7 miliar sepanjang Januari hingga Agustus 2025.
Angka itu dengan jumlah kontrak atau perjanjian pinjaman yang tercatat setiap kali konsumen menggunakan layanan pay later 2,96 juta kontrak.
Tren itu menunjukkan kenaikan tajam daripada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, nilai outstanding BNPL tercatat Rp37,9 miliar dengan 166 ribu kontrak. Angka itu melonjak pada 2021 menjadi Rp95,9 miliar dari 1,1 juta kontrak.
Namun, pada 2022 terjadi penurunan nilai pinjaman menjadi Rp88,9 miliar meski jumlah kontrak naik menjadi 1,4 juta. Tahun 2023 turun ke Rp68,2 miliar dengan kontrak 1,3 juta.
Pada 2024, tren kembali menanjak signifikan dengan outstanding Rp136,6 miliar dan kontrak 2,3 juta. Sementara pada 2025, hanya dalam delapan bulan, catatan BNPL Lampung melampaui capaian setahun penuh sebelumnya.
Kepala OJK Lampung, Otto Fitriandy, mengingatkan masyarakat untuk bijak memanfaatkan layanan BNPL. Menurutnya, kemudahan berbelanja dengan cicilan jangan sampai mendorong perilaku konsumtif.
“Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian sebelum menggunakan BNPL antara lain memahami detail perjanjian, skema pembayaran, biaya administrasi, bunga, serta denda keterlambatan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya menyesuaikan belanja dengan kemampuan bayar. OJK berharap kehadiran BNPL bisa menjadi solusi alternatif bagi konsumen dalam bertransaksi, bukan justru menjerat masyarakat dalam lingkaran utang.
“Gunakan untuk kebutuhan, bukan sekadar keinginan. Pilih penyelenggara BNPL yang terdaftar dan OJK awasi,” kata dia.
Otto menambahkan, regulasi saat ini mengenai BNPL tertuang dalam POJK Nomor 46 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, dan Perusahaan Modal Ventura.








