Bandar Lampung (Lampost.co) — Kolaborasi sektor keuangan dengan program perhutanan sosial menjadi tonggak baru pengembangan ekonomi hijau di Indonesia.
Provinsi Lampung resmi sebagai lokasi percontohan nasional pengembangan nilai ekonomi karbon (NEK) yang melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, menegaskan pentingnya sinergi antara kebijakan lingkungan dengan instrumen keuangan. NEK Perhutanan Sosial bukan hanya soal menjaga kelestarian hutan, melainkan menciptakan akses pembiayaan inovatif bagi masyarakat desa hutan.
“Peran OJK dan lembaga jasa keuangan sangat strategis. Skema seperti obligasi hijau dan pinjaman berkelanjutan dapat memperkuat usaha kelompok tani hutan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pengalaman masyarakat di Tahura Wan Abdul Rachman menjadi bukti nyata pengelolaan hutan berkelanjutan mampu menghadirkan manfaat ekonomi. Warga setempat kini tidak hanya menjaga hutan, tetapi juga memperoleh penghasilan dari madu, kopi, hingga ekowisata.
Model serupa juga berkembang di Lampung Barat, Tanggamus, dan Lampung Tengah. Keberhasilan itu menjadi dasar pemerintah pusat menempatkan Lampung sebagai pionir dalam kontribusi Indonesia pada Paris Agreement, khususnya penurunan emisi karbon.
“Potensi karbon dari perhutanan sosial hanya bisa optimal dengan dukungan regulasi, pembiayaan, dan pendampingan berkesinambungan,” tegas Jihan.
Melalui sinergi lintas sektor, Lampung menjadi role model pembangunan ekonomi masyarakat desa dapat berjalan seiring dengan pelestarian alam.