Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mengambil langkah besar dalam memperkuat sektor pertanian daerah dengan menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 36 Tahun 2025 tentang Tata Kelola dan Hilirisasi Ubi Kayu.
Regulasi yang diteken Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal pada Jumat, 31 Oktober 2025 ini menjadi tonggak penting dalam membangun sistem pertanian dan industri pengolahan yang berkelanjutan.
Pergub ini lahir dari kesadaran bahwa ubi kayu bukan sekadar tanaman pangan, tetapi juga penopang ekonomi ribuan petani di Lampung. Provinsi ini dikenal sebagai salah satu penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia, yang menjadi bahan baku utama industri tapioka, pakan ternak, hingga bioetanol.
Baca Juga:
DPRD Lampung Dorong Sanksi Tegas bagi Pelanggar Pergub Ubi Kayu
Melalui kebijakan tersebut, Pemprov Lampung menegaskan pentingnya menjaga rantai pasok dan tata kelola produksi yang berstandar tinggi. Hal ini mulai dari budidaya hingga pascapanen dengan mengacu pada prinsip Good Agriculture Practice (GAP) dan Good Handling Practice (GHP).
Tujuannya agar para petani memperoleh nilai tambah dan industri pengolahan mampu tumbuh secara efisien.
Salah satu aspek paling krusial dalam Pergub ini adalah penetapan Harga Acuan Pembelian (HAP) ubi kayu. Kebijakan ini berfungsi melindungi petani dari fluktuasi harga pasar serta menjaga kestabilan pasokan bagi industri pengolahan.
Harga acuan akan ditetapkan melalui keputusan gubernur dengan memperhitungkan biaya produksi, distribusi, dan margin keuntungan yang wajar bagi petani.
Evaluasi harga dilakukan secara rutin setiap tiga bulan oleh Tim Penetapan Harga Ubi Kayu Provinsi Lampung. Kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka melalui kanal resmi pemerintah.
Bila harga pasar anjlok di bawah HAP, pemerintah daerah dapat melakukan intervensi melalui mekanisme perlindungan harga dasar. Langkah ini memastikan pendapatan petani tetap aman tanpa mengganggu iklim usaha industri pengolahan.
Hilirisasi Industri
Lebih jauh, Pergub ini mengatur strategi besar hilirisasi industri berbasis ubi kayu. Pemprov Lampung mendorong pengembangan industri primer seperti tapioka dan mocaf. Industri sekunder seperti pakan ternak dan bioetanol. Serta industri terintegrasi yang melibatkan petani, pengumpul, dan pelaku industri pengolahan.
Pemerintah juga membuka peluang bagi investor melalui skema Public Private Partnership (PPP). Serta memberikan insentif bagi pelaku usaha yang mengembangkan industri ramah lingkungan.
Langkah ini diharapkan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan memperkuat posisi Lampung sebagai pusat industri pertanian nasional.
Untuk memastikan keberlanjutan program, Pemprov Lampung juga menekankan pentingnya penerapan teknologi dan inovasi dalam setiap proses hilirisasi.
Pemerintah daerah akan menggandeng universitas, lembaga riset, dan pelaku industri melalui pembentukan pusat inovasi (innovation hub) dan proyek percontohan (pilot project).
Sinergi ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan memperluas diversifikasi produk. Serta mendorong munculnya produk turunan ubi kayu yang bernilai tinggi di pasar nasional dan global.
Untuk menjaga efektivitas pelaksanaan Pergub, dibentuk Tim Pemantauan Harga Acuan Pembelian Ubi Kayu yang beranggotakan unsur pemerintah daerah, akademisi, serta aparat penegak hukum.
Tim ini bertugas menyusun laporan triwulan kepada Gubernur dan memberikan rekomendasi kebijakan harga serta distribusi.
Pergub juga mengatur sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan, mulai dari peringatan tertulis, penghentian kegiatan, hingga pencabutan izin usaha.
Bila pelaku menolak sanksi, maka akan diterbitkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai dasar tindak lanjut hukum.
Dengan diberlakukannya Pergub Nomor 36 Tahun 2025 ini, Pemerintah Provinsi Lampung menegaskan komitmennya untuk membangun tata kelola ubi kayu yang adil, modern, dan berkelanjutan.
Kebijakan ini bukan hanya memastikan kesejahteraan petani. Tetapi juga mempercepat transformasi sektor pertanian menjadi industri bernilai tinggi.
Langkah ini diharapkan menjadikan Lampung sebagai pionir hilirisasi komoditas unggulan dan pusat pertanian modern di Indonesia.








