Jakarta (Lampost.co)— Pengamat ketenagakerjaan Aznil Tan mendesak pemerintah untuk segera menyusun solusi jangka panjang bagi sekitar 50 ribu pekerja PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang kini menghadapi ketidakpastian.
Aznil menekankan pentingnya upaya berkelanjutan untuk melindungi kesejahteraan pekerja di industri tekstil selain menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Langkah konkret setelah upaya menghindari PHK apa? Apakah pekerja akan memindahkan ke perusahaan lain. Atau perusahaan akan mengalihkan dari sektor swasta ke BUMN?” kata Aznil pada Kamis, 31 Oktober 2024.
Menurut Aznil, penyelesaian masalah pada industri padat karya seperti Sritex membutuhkan strategi yang lebih menyeluruh daripada sekadar bantuan keuangan atau penundaan PHK pekerja Sritex.
“Nasib para pekerja saat ini sangat mengkhawatirkan. Sritex adalah bisnis strategis dan investasi yang menyerap banyak tenaga kerja, sehingga perlu diskusi bersama untuk menemukan solusi inovatif,” ungkapnya.
Aznil juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang meminta Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, untuk memantau situasi buruh Sritex guna mencegah PHK.
Strategi Berkelanjutan
Namun, ia menegaskan tanpa strategi berkelanjutan yang jelas, dampak sosial dan ekonomi bagi para pekerja tetap akan terasa.
“Jika PHK menjadi langkah terakhir, pemerintah harus memastikan hak-hak buruh dan perlindungan sosial terpenuhi tanpa adanya birokrasi yang menghambat,” ujarnya.
Selain itu, Aznil mengkritik kebijakan impor pemerintah, khususnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang mempermudah impor sebelas jenis komoditas. Termasuk tekstil, kosmetik, dan elektronik.
Menurutnya, kebijakan ini justru mengancam industri lokal dan berpotensi memicu PHK di sektor manufaktur.
“Impor berlebihan yang dipicu kebijakan ini merugikan industri dalam negeri. Kasus Sritex adalah contoh nyata dampak dari kebijakan yang tidak mendukung industri lokal,” tutup Aznil.
Ia berharap pemerintah dan pihak terkait dapat merumuskan solusi inovatif yang menjaga stabilitas industri dalam negeri agar pekerja di sektor tekstil. Serta manufaktur tidak menjadi korban dari kebijakan yang kurang berpihak