Jakarta (Lampost.co) — Praktik pungutan liar (pungli) di Kawasan lokasi wisata makin sering terjadi. Aktivitas tersebut dinilai disebabkan beberapa faktor.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar, mengatakan pungli menjadi lebih sering terjadi.
Hal itu akibat kesenjangan ekonomi karena pendapatan dari pariwisata tidak sampai ke masyarakat lokal secara signifikan.
BACA JUGA: Desa Wisata Bisa Menjadi Pusat Ekonomi Baru
“Mereka mencari cara lain untuk memperoleh keuntungan dari wisatawan,” kata Wahyudi, Senin, 15 Juli 2024.
Selain itu, persoalan kepemilikan tanah turut menjadi kendala, khususnya banyak kawasan wisata yang berada di atas tanah adat atau komunitas dan milik individu.
Sehingga, pemerintah tidak punya keleluasaan untuk mengintervensi pengelolaan wisata lokal, seperti biaya tiket dan fasilitas umum penunjang.
Menurutnya, minimnya pendampingan dan pendidikan dari pemerintah terkait pariwisata berkelanjutan menambah masalah. Sebab, warga lokal tidak mendapatkan pelatihan yang memadai.
“Bahkan, pungli di sejumlah lokasi wisata mendapatkan dukungan orang kuat dari kalangan politik hingga aparat. Sehingga, penindakan pungli menjadi lebih sulit,” ujarnya.
Sementara, sebagian pelaku pungli juga memberikan setoran kepada ormas hingga oknum bagian dari pemerintah. “Penindakan hukum yang lemah membuat ini akhirnya menjadi biasa di masyarakat,” ujar dia.