Jakarta (Lampost.co) — Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin, menyebutkan terdapat sejumlah faktor yang kerap menghambat pencapaian target produksi pangan.
Di antaranya perubahan iklim, berkurangnya lahan pertanian, dan penurunan faktor produksi lainnya.
“Untuk itu butuh sumber penyediaan lain sebagai solusi untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar,” ujar Bustanul.
BACA JUGA: KPK Dalami Denda Beras Bulog Rp350 M
Menurut dia, tingkat konsumsi beras per kapita di Indonesia tergolong tinggi dari pada dengan negara lain. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menyebabkan permintaan beras terus meningkat.
“Untuk mengatasi kesenjangan antara produksi dan konsumsi, impor beras perlu agar tidak terjadi kelangkaan yang dapat memicu kenaikan harga,” ujarnya.
Pakar Pangan Indonesia, Tito Pranolo, mengatakan membahas demurrage harus berbarengan dengan despatch, yaitu bonus karena bongkar barang.
“Keduanya pernah Perum Bulog alami sebagai penerima mandat impor beras dari pemerintah dan selama ini tidak pernah membebani masyarakat,” kata Tito.
Alur Pengusulan Impor Beras
Menurut dia, alur impor beras yang berlaku di Indonesia saat ini, pertama penentuan kebutuhan impor melalui koordinasi antara berbagai lembaga pemerintah.
Termasuk Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Analisis kebutuhan itu berdasarkan data produksi dalam negeri, stok beras yang ada, dan proyeksi kebutuhan konsumsi masyarakat.
Kedua, mengenai regulasi dan perizinan proses impor beras dari berbagai regulasi pemerintah. Perum Bulog sebagai badan usaha milik negara yang bertanggung jawab dalam stabilisasi harga dan ketersediaan pangan untuk melaksanakan impor beras.
“Perizinan impor melibatkan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan izin berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian dan instansi terkait,” kata dia.
Ketiga, proses pengadaan dan pengiriman. Setelah mendapatkan izin, proses pengadaan beras melalui tender internasional atau negosiasi langsung dengan negara produsen.
“Beras yang impor biasanya berasal dari negara-negara produsen utama, seperti Thailand, Vietnam, Kamboja dan India,” ujarnya.
Proses pengiriman beras dengan memastikan kualitas dan standar keamanan pangan. Namun, sejak pandemi covid-19, beberapa negara pengekspor beras seperti India, tidak mengizinkan lagi ekspor beras. Alasan utamanya untuk ketahanan pangan negaranya sendiri.
Keempat, distribusi dan penyaluran. Beras yang impor terdistribusi melalui jaringan distribusi Perum Bulog.
Hal itu mencakup pasar tradisional, modern retail, e-marketplace, dan dengan dukungan Perum Bulog, seperti BOSS Food dan Rumah Pangan Kita (RPK).
“Hal itu untuk memastikan beras tersedia dengan harga yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat,” katanya.
Kelima, pengawasan dan kontrol secara ketat untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam kualitas dan kuantitas. Badan Pangan Nasional bekerja sama dengan instansi terkait, termasuk Badan Pengawas Keuangan (BPK) melakukan kontrol dan inspeksi rutin.
“Impor beras merupakan langkah strategis pemerintah untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beras di Indonesia,” katanya.