Bandar Lampung (Lampost.co) — Sektor pertanian di Provinsi Lampung mengalami kontraksi tajam pada triwulan I 2024.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menjelaskan pada awal 2024 sektor pertanian mengalami minus 11 persen.
Hal itu jauh dari pada triwulan di tahun 2023 yang masih berada di angka 2 persen dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) rata-rata 3,3 persen.
Baca Juga:Pertanian Tanggamus Pemasok Kebutuhan Beras Lampung
“Pertanian yang berfluktuasi di kuartal pertama karena faktor iklim. Kemarin banyak pengaruh El-Nino yang meningkatkan suhu dan mengganggu aktivitas pertanian,” katanya dalam Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi (LPP) Triwulan I 2024 oleh BI Provinsi Lampung di Grand Mercure, Kamis, 20 Juni 2024.
Ia menyebut karena saat ini sudah memasuki musim La Nina yang artinya faktor iklim sudah mulai reda tekanannya dan produksi pertanian dapat meningkat.
Selain iklim, ia menyebut persoalan harga yang acap kali membuat produk pertanian dan perkebunan terpengaruh fluktuasi harga.
“Seperti sawit dan kopi ekspornya turun dan ini memengaruhi daerah-daerah yang memproduksi komoditas tersebut dari sisi keuntungan khususnya Lampung,” jelasnya.
Lalu faktor ketiga menurutnya adalah distribusi dari produsen dan konsumen apabila terganggu dapat memengaruhi harga.
“Perlu menjadi perhatian, ke depan kita mendorong hasil pertanian bisa lebih terhilirisasi. Artinya bukan produk mentahnya tapi beragam agar demand-nya meluas,” ungkapnya.
Ia meminta Pemprov Lampung jangan sampai membuat produk pasar pertanian diambil oleh produk impor.
“Tentu saja pendekatan produktif dan kompetitif dengan insentif pemerintah harus terpusat pada petani. Karena seringkali kita membahas inflasi tapi penanganannya dengan menekan harga di tingkat petani, nah ini yang tidak benar,” pungkasnya.